Saturday, September 29, 2012

Cara Membuat Project Planing : Pahami Scope of Work Sebelum Memulai Perencanaan Proyek




Setiap kontrak proyek di dalamnya selalu mencantumkan klausul/bab/pasal tentang pembagian tanggung jawab antara pemilik dan kontraktor, atau antara main contractor dan sub contractor. Pembagian tanggung jawab sering disebut juga dengan division of responsibility atau scope of work.
Seorang project planer mutlak harus memahami lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan. Dia harus mempelajari project contract sebelum mulai membuat planing. Akan lebih bagus jika seorang project planer sudah mulai terlibat suatu proyek sejak proses bidding/tender, karena akan membuat dia benar-benar memahami detail proyek yang akan dilaksanakannya.
Berikut ini adalah pembagian tanggung jawab paling umum antara main contractor dan sub contractor yang saya jumpai selama 10 tahun bekerja pada proyek konstruksi PLTU.
Main contractor mensuplai semua peralatan yang harus dipasang, spesifikasi, gambar kerja, prosedur pemasangan mesin-mesin PLTU, testing procedure dan menyediakan lahan untuk pembangunan temporary facilities di area proyek.
Sub contractor menyediakan tenaga kerja, peralatan & perlengkapan kerja, peralatan kantor, heavy equipment, consumable, temporary facilities, tranportasi dan akomodasi staff & karyawan sub contractor.

PLTU Paiton, Jawa Timur
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian khusus, karena seringkali ada perbedaan antara satu proyek PLTU dengan proyek PLTU yang lain.
Setiap system yang ada di PLTU harus menjalani conformity test setelah semua bagiannya terpasang dengan baik. Conformity test ini dimaksudkan agar PLTU mampu beroperasi menghasilkan listrik dengan input dan output yang telah ditentukan dalam tahap design engineering.
Conformity test yang paling utama/besar adalah boiler hydrostatic test, di mana pressure parts (economizers, evaporators, steam drum, roof & backpass dan superheaters) diberi uji tekanan air tertentu dan ditahan selama waktu tertentu tanpa diperbolehkan ada kebocoran sama sekali.
Untuk melaksanakan boiler hydrostatic test diperlukan demineralized water (air yang sudah dihilangkan kandungan mineralnya/air murni). Jika proyek yang sedang dilaksanakan merupakan perluasan dari existing plant, maka demin water bisa diambil dari plant yang sudah beroperasi. Tetapi jika existing plant tidak ada, maka perlu dilakukan produksi demin water dengan peralatan sementara. Perlu dilihat di dalam kontrak, siapa yang bertanggung jawab untuk menyediakan alat produksi demin water.
Dari beberapa kali penugasan ke proyek PLTU, hanya di Asam Asam saya menemui spesifikasi/prosedur yang menyebutkan bahwa semua air & flue gas ducting harus menjalani air leak test. Sementara di proyek yang lain cukup dengan ultra probe test. Air leak test adalah memberikan tekanan udara pada suatu ruangan, untuk mengetahui tingkat kebocoran yang ada. Nilai kebocoran yang diijinkan sudah ditentukan dalam spesifikasi.
Air leak test pada boiler ducting memiliki kesulitan cukup tinggi dan memerlukan biaya ekstra untuk membuat temporary blank plates. Kesulitan yang paling umum dijumpai adalah mencegah kebocoran pada damper dan sliding gates area. Akan lebih baik jika pada saat negosiasi kontrak, kita menyarankan untuk melakukan ducting conformity test dengan metode selain air leak test.
Pembahasan tentang kasus-kasus perbedaan scope of work/ division of resposibility saya lanjutkan dalam Cara Membuat Rencana Proyek (Project Planing) : Perbedaan Lingkup Kerja dan Pengaruhnya Terhadap Anggaran Proyek.

No comments:

Post a Comment

Roman Cinta dan Sepi II

  Chapter II Ia Muncul Lagi   Di sebuah peron yang sepi, lelaki itu, yang tak kuketahui namanya itu, duduk menatap langit tanpa kata-k...