Sunday, September 30, 2012

Contoh Makalah Yang Memiliki Catatan Kaki dan Daftar Pustaka


KATA PENGANTAR



            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.

            Makalah ini berisikan tentang informasi
tentang catatan kaki dan daftar pustaka.  Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
           

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua orang yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.




                                                                               Gelumbang, 18 Oktober 2011
                                   


                                   
                                                                                      penyusun

                                                                                               





DAFTAR ISI


Kata Pengantar............................................................................................ I
Daftar Isi........................................................................................................ II
      
       Bab 1 Pendahuluan
                   i.       Latar Belakang.............................................................................. 1
                  ii.       Masalah.......................................................................................... 1
                 iii.       Tujuan............................................................................................. 1

       Bab 2  Pembahasan
         1.HUKUM INTERNASIOAL.................................................................... 2
            A. Pengertian Hukum Internasional.................................................... 2
                 B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional...................... 4
                 C. Sumber-sumber Hukum Internasional........................................... 8
                 D. Subyek Hukum Internasional.......................................................... 9
                 E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional........ 12
       Bab 3  Penutup
                   i.       Kesimpulan ................................................................................... 13
                  ii.       Saran............................................................................................... 13

Daftar Pustaka............................................................................................. 14






BAB 1
PENDAHULUAN

          i.   Latar Belakang
Hukum adalah sesuatu  sistem aturan yang mengikat seseorang dan dikukuhkan oleh pemerintah. Jika seseorang atau suatu kelompok melanggar hukum yang berlaku maka dia akan mendapat sanksi.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut kami menyajikan salah satu materi tentang hukum.

         ii.   Perumusan Masalah
Bagaimana siswa bisa mengerti tentang hukum internasional.

        iii.   Tujuan
Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang hukum internasional, serta macam-macam pembagiannya.








BAB 2
PEMBAHASAN

HUKUM INTERNASIOAL
 A. Pengertian Hukum Internasional
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
“Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda”(Kusumaatmadja, 1999).
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis(Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.
Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara(non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional (Charles Cheny Hyde).

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium,Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
 Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium  yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations(Inggris)*)

Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional**)









_________
*)Kusamaatmadja Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:Putra Abardin, 1999), p.50.
**)Phartiana I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:Mandar Maju, 2003),p.44.

Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.(Mauna, 2003; 7)

C. Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode penciptaan hukum internasional;
3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)
D. Subyek Hukum Internasional
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1.  Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
1.      Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
2.    Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
bab 3
PENUTUP


I.    Kesimpulan
Hukum internasional adalah hukum yang menyangkut hukum atau aturan-aturan  yang berada di luar  negeri.



II.   Saran
Hendaknya semua orang mematuhi hukum yang berlaku supaya tidak terjadi penyimpangan sosial.







daftar pustaka

Burhantsani, Muhammad. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta: Liberty.
Kusamaatmadja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Putra Abardin.
Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.
Phartiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar maju.

Sumber : http://sma-1ku.blogspot.com/ 

Download  Disini 

Saturday, September 29, 2012

Zakat Profesi

Perhitungan Zakat Profesi


Istilah Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada seorang ‘ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepadanash yang syar’I) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.
Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum yang dikenakan zakat).

Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah Zakat profesi seperti di bawah ini :
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 24.000.000 == Rp 600.000,-
Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan == Rp 1.000.000
Pengeluaran setahun == Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 24.000.000 – 12.000.000 == Rp 12.000.000
1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 12.000.000 == Rp 300.000,-
Zakat Maal (Harta) yang Syar’i
Sedangkan kaidah umum syar’I sejak dahulu menurut para ‘ulama berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam adalah wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria, yaitu :
1. batas minimal nishab dan
2. harus menjalani haul (putaran satu tahun).
Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil berikut :
[a] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud].
20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai nishab emas.
[b] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul” [Shahih Riwayat Abu Daud]
[c] Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
“Artinya : Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul” [Shahih dengan syawahidnya, Riwayat Tirmidzi]
Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
[Lihat Taudhihul Al Ahkam 3/33-36, Subulusssalam 2/256-259, Bulughul Maram Takhrij Abu Qutaibah Nadhr Muhammad Al-faryabi 1/276/279]
Singkatnya simulasi cara perhitungan menurut kaidah yang syar’i adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan kita, kemudian sisa penghasilan itu kita simpan/miliki yang jumlahnya telah mencapai nishab emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu tahun (haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kita kadang tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta Anda adalah dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan atau ketentuannya.
Contoh perhitungan yang benar :
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Sisa pengeluaran setahun setelah dikurangi pengeluaran == Rp 5.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000
Maka Anda tidak terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun belum mencapai nishab emas 85 gram tersebut.
Atau
Gaji sebulan == Rp 5.000.000
Gaji setahun == Rp 60.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 10.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000
Maka Anda terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun telah mencapai nishab emas 85 gram tersebut. Kemudian tunggu harta kita yang tersisa sebesar Rp 10.000.000,- tersebut hingga berlalu 1 tahun. Kemudian baru dikeluarkan zakat tersebut sebesar 2.5 % x Rp10.000.000,- == Rp 250.000,- pada tahun berikutnya.
Zakat Profesi Bertentangan dengan Zakat Maal (Harta)
Oleh karena itu ditinjau dari dalil yang syar’I maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam, dimana antara lain adalah :
1. Penolakan beliau akan adanya haul. Haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila harta telah berlalu (kita miliki -pen) selama 1 tahun. Padahal telah datang sejumlah hadits yang menerangkan tentang haul. Namun hadits-hadits ini dilemahkan menurut pandangan SyaikhYusuf Qardhawi dengan alasan-alasan yang lemah (tidak kuat alasan pendha’ifannya). Karena hadits itu memiliki beberapa jalan dan syawahid.
Oleh karena penolakan ini, maka menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, apabila seseorang menerima gaji (rejeki) melebihi nisab (batasan) zakat, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
2. Dari penolakan haul ini (karena dianggap bahwa tidak ada haul), maka Syaikh Yusuf Qardhawi mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian. Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Hal ini merupakan pengqiyasan yang salah. Karena qiyas dilakukan karena beberapa sebab salah satunya apabila tidak ada dalil yang menerangkan hukumnya. Padahal (sebagaimana yang telah disampaikan secara singkat), terdapat sejumlah hadits dan atsar para sahabat(dalil-dalil) yang menjelaskan mengenai haul.
Kemudian jikapun benar dapat diqiyaskan dengan biji-bijian (pertanian), maka kita harus konsekuen dengan kebiasaan yang umum berlaku dalam masalah panen biji-bijian :
a. Dimana hasil biji-bijian baru dipanen setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan !
b. Dimana hasil biji-bijian akan dikenakan zakat 5 %, maka seharusnya zakat profesi juga harus dikenakan sebesar 5 %, tidak dipungut 2.5 % !
3. Penolakan dengan akal (bukan dengan dalil). Bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Hujjah (alasan) ini tidak ilmiah sama sekali dan tidak ada artinya. Karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian tidak perlu dibantah (karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya seperti berfikir dengan akal bahwa “kenapa warisan untuk wanita lebih rendah?”, “mengapa air seni yang najis hanya disucikan dengan air bersih, sedangkan air mani yang suci harus disucikan dengan mandijanabah?”, “mengapa orang yang mencuri harus dipotong tangannya sebatas lengan, sedangkan orang yang muhson (telah menikah) harus dirajam bukannya dipotong alat kemaluannya?”, dan masih banyak lagi hal yang tidak bisa hanya mengandalkan akal kita yang terbatas untuk mengkaji hikmah ilmu dan kemulian Alloh Azza wa Jalla.
Hal ini, ketika sampai di Indonesia, ada sebagian orang yang berlebihan dalam menghitungnya. Misalkan 1 bulan gaji == 1 Juta, maka 12 bulan gaji == 12 Juta. Maka ini telah sampai nisab, lalu dihitung berapa zakat yang harus dikeluarkan.
Hal ini adalah salah karena tidak ada haul. Selain itu, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja profesitidak bayar zakat ? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.
4. Syaikh Yusuf Qardhawi mengemukakan dalam suatu zaman Umar bin Abdul Aziz bahwa sebagian pegawai diambil gajinya 2,5% sebagai zakat.
Hal ini merupakan salah paham terhadap dalil atau atsar. Karena yang diambil itu harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja (paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka dipotonglah gajinya 2,5%. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah melampaui mencapai nishob dan telah haul 1 tahun saja dari gaji pegawai tersebut.
Kemudian jika dilontarkan suatu syubhat : “Bagaimana bisa mencapai batas nishab jika gaji yang kita peroleh selalu habis kita belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan yang sifatnya konsumtif seperti barang elektronik dan lain-lain?”
Hukum syar’I tetaplah hukum yang berlaku sepanjang zaman, yakni zakat harta harus tetap memenuhi syarat nishab. Bila gaji itu dibelanjakan, dan sisanya tidak memenuhi nishab, maka harta itu belum wajib dikeluarkan zakatnya. sebagaimana hadis: “Kamu tidak memiliki kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” (Shahih, HR. Abu Dawud)
Lantas kapan zakatnya bila sisa gaji itu tidak pernah mencapai nishab?
Jawabnya: Tidak wajib zakat pada harta yang tidak cukup nishab. Nasehatnya adalah, bila kita merasa mampu berzakat dengan sisa uang gaji yang sedikit, maka hendaknya disalurkan dengan bentuk shadaqoh (yang sunnah).
Alangkah beratnya agama ini bagi orang lain yang sama kondisi ekonominya dengan kita namun dia memiliki banyak keperluan yang harus dia belanjakan untuk keluarganya, bila zakat harta itu tidak memperhitungkan kewajiban nishab.
Biarlah kita yang masih gemar berinfaq ini, menyalurkannya dengan bentuk shadaqoh yang sunat terhadap harta yang belum mencapai nishab tersebut. Tapi jangan sekali-kali mengubah hukum dari yang tidak wajib menjadi wajib, karena ini akan memberatkan kaum musliminsecara umum. Mungkin bagi kita tidak berat, tapi orang lain ?. Sungguh telah binasa umat terdahulu karena mereka melampaui batas dalam agama.
Salah satu dari sekian banyak hikmah adanya syarat nishab adalah agar harta kaum muslimin itu terus berputar dalam perbelanjaan mereka, dan tidak mengendap dalam jumlah yang besar pada satu atau beberapa orang. Ini akan akan berdampak jumlah uang beredar akan menjadi sedikit, kesenjangan semakin meningkat, dan lain-lain.
Bila seseorang itu memiliki harta dia boleh :
1. membelanjakan dijalan yang halal untuk keluarganya,
2. atau Mengusahakan harta itu dengan permodalan (misalnya mudharabah dll)
3. atau Mengeluarkan zakat bila telah terpenuhi syarat-syaratnya
4. atau Menabungnya bila belum terpenuhi syarat-syaratnya, agar kemudian bisa dikeluarkan zakatnya
5 Atau dia shadaqohkan/berinfaq (sunnah hukumnya)
Oleh karena itu memperhitungkan gaji semata dalam satu tahun tanpa memperhitungkan bentuk harta yang lainnya adalah cara yang keliru dalam menghitung zakat maal. Zakat termasuk dalam ibadah, dan kaidah dalam menjalankan ibadah adalah menjalankan segala perintah yang dituntunkan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hal ini Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak memberikan contoh ataupun tuntunan dalam memperhitungkan zakat maal dalam penghasilan semata.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan bahwa zakatbarang tambang yang wajib dizakatkan adalah emas dan perak,sedangkan tanaman yang wajib zakat adalah gandum, sya’ir, kurma, danzabib, dan tidak ada satupun Riwayat dari Rasulullah ShalallahuAlaihi wa Sallam bahwa harta penghasilan adalah harta wajib zakat.Jadi tidak ada dalil yang menerangkannya. Hitunglah berapapenghasilan kita dalam satu tahun lantas dikurangi pengeluaranitulah harta yang tersisa dalam dalam satu tahun, bandingkan dengannishab emas 85 gram, bila sama atau melebihinya maka wajib zakat,jika tidak maka tidak perlu zakat, namun dengan bershadaqah jugadapat membersihkan harta. Wallahu a’lam.
Fatwa-fatwa Seputar Permasalahn Zakat Profesi
Soal : Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakatitu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul(satu tahun) ?
Jawab : Bukanlah hal yg meragukan, bahwa diantara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syaratwajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudahsempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh darigaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiriataupun dari hasil gabungan uangnya yg lain, sementara sudahmemenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dgn zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul (satu tahun) ttg wajibnya zakat bagi dua mata uangmerupakan persyaratan yg sudah jelas berdasarkan nash. Apabila sudahada nash, maka tidak ada lagi qiyas. Berdasarkan itu, makatidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.
Soal : Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yg mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain.Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadangmenghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnyakadang masih tersisa sedikit yg tersimpan untuk keperluan mendadak(tak terduga). Bagaimana cara orang ini membayarkan zakatnya ?
Jawab : Seorang muslim yg dapat terkumpul padannya sejmlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudahmemenuhi haul, bila uang yg terkumpul padanya mencapai nishab. Baik(jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri, ataupunketika digabungkan dgn uang lain, atau dgn barang dagangan miliknyayg wajib dizakati.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yg terkumpulpadanya memnuhi haul, dgn niat membayarkan zakatnya di muka, makahal itu merupakan hal yg baik saja. Insya Alah. wallahu ‘alam,semoga bermanfaat.
Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Syaikh abdur Razaq afifi
Anggota : Syaikh Abdullah Bin Ghudayyan, Abdullah Bin Mani
Pertanyaan pertama : Seorang pegawai setiap bulan menyisakan gajinya dengan jumlah yangberbeda, satu bulan dia menyisakan sedikit dan bulan yang lainbanyak, maka uang yang pertama sudah sampai satu tahun dan yang lainbelum cukup satu tahun, sedangkan dia tidak tahu berapa banyak diamenyisakannya setiap bulan, bagaimana cara dia membayarkan zakatnya ?
Pertanyaan kedua :P egawai yang lain menerima gaji bulanan, dan dia selalu menyimpan langsung di money box setiap kali dia menerima gaji. Dia mengambildari box setiap hari dengan waktu yang berbeda untuk nafkahkeluarganya serta kebutuhan sehari hari dengan jumlah yang berbedasesuai dengan kebutuhan. Maka bagaimana cara menghitung haul(hitungan satu tahun) dari uang yang tersimpan di money boxtersebut ? Bagaimana cara mengeluarkan zakat dengan keadaan begini,sedangkan seluruh uang yang tersimpan belum sampai satu tahun ?
Jawaban : Soal yang pertama dan yang kedua isinya sama, dua soal tersebut juga mempunyai contoh-contoh yang sama, maka Lajnah (Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Saudi) berpandangan harus menjawabnya dengan jawaban yang sempurna supaya mamfaatnya lebih besar, Yaitu :
Barang siapa yang memiliki nishob dari uang, setelah itu diamemiliki nishob dari uang yang lain pada waktu yang berbeda, bukankeuntungan dari uang yang pertama, dan tidak juga diambil dari uangyang pertama. Akan tetapi uang itu tersendiri, seperti seorang pegawai menyisakan (menabungkan) gajinya, atau seperti hartawarisan, hadiah atau sewaan rumah. Maka apabila pemilik uang itutomak untuk mengumpulkan hak miliknya atau dia tomak untuk tidakmengeluarkan sedekah dari hartanya untuk orang yang berhakmenerimanya kecuali sekedar kewajibannya dari membayar zakat, makadia harus membuat jadual hitungan penghasilannya. Setiap jumlah uang(gaji), hitungan haulnya tersendiri, dimulai dari hari dia memilikiuang tersebut. Setiap jumlah uang itu dikeluarkan zakatnya dengan tersendiri, setiap kali sampai satu tahun dari tanggal dia memilikinya.
Apabila dia ingin senang dan menempuh jalan toleransi, serta jiwanya senang untuk mempedulikan keadaan fakir miskin dan yang lainnya;dari orang-orang yang berhak menerima zakat, maka dia mengeluarkanzakar seluruh yang dia miliki dari uang tersebut, tatkala nishobyang pertama dari hartanya itu sudah sampai satu tahun.
Cara yang demikian lebih besar pahalanya, dan lebih tinggi kedudukannya, dan lebih menyenangkannya, serta lebih terjaga hak-hakfakir miskin dan lainnya. Dan apa yang dia lebihkan dari yangdiwajibkan kepadanya dari hitungan zakat, dia niatkan untuk sedekah,berbuat baik, sebagai tanda syukurnya kepada Allah atas nikmat serta pemberian Allah yang banyak. Dan dia juga mengharapkan agar Allah subhanah lebih melimpahkan karunia-Nya kepada beliau, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Jika seandainya kalian bersyukur maka niscaya Saya akanmenambah kalian (akan nikmatKu)”. (Q.S.14;7).
Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq.
Sumber fatwa : “Fatawa lilmuazhofin wal ‘ummal”, oleh Lajnah Daimah,hal; 75-77.
Tanya : Seseorang yang pendapatannya hanya bersandar pada gaji bulanan. Dia membelanjakan sebagiannya dan menabungkan sebagiannya yang lain,bagaimana dikeluarkan zakat harta ini ?
Jawab : Baginya harus memastikan dengan mencatat berapa yang dia simpan darigaji bulanannya kemudian membayar zakatnya jika telah mencapai haul.Semua simpanan bulanan dibayar zakatnya jika telah berlalu satuhaul. Apabila dia menzakati seluruhnya karena mengikuti bulanpertama maka tidak mengapa baginya (untuk membayar zakatnya, pent)dan baginya pahala atasnya, dan zakat itu teranggap disegerakan daritabungan yang belum mencapai haul. Dan tidak ada larangan untuk menyegerakan zakat, jika muzakki memandang adanya maslahat pada yangdemikian, adapun mengakhirkannya (menunda) setelah sempurna satuhaul, tidak boleh kecuali karena udzur syar’i seperti (khwatir)terfitnah harta atau kefaqiran.
[Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah]
Pertanyaan : Gaji saya sebesar 8000 real, kebanyakan uang tersebut setiap bulannya tidak tersisa kecuali hanya sedikti saja. Apakah uang tersebut masih wajib zakat. Kami mengharapkan jawaban tentang tata cara membayar zakat dari gaji bulanan, karena hal ini menjadi masalah yang hampir mengena setiap orang ?
Jawab : Tidak ada zakat pada harta tersbut sampai berlalu atasnya satu haul. Maka apabila gaji tersebut digunakan untuk nafkah (keluraga) tidakada zakat atasnya. Apabila engkau menyimpan harta tesebut sampainisab, maka wajib atasmu untuk membayar zakat harta simpanantersebut apabila telah melewati masa haul. Maka apabila telah mencapai satu haul pada setiap bagian harta, wajib dikeluarkanzakatnya.
Sebagai contoh jika engaku menabung uang 2000 real di bulan Muharramtahun 1415 H maka engkau harus menzakatinya pada Muharam 1416 H(tahun berikutnya), selanjutnya di bulan Shafar tahun depan engkaumembayar zakat terhadap harta yang disimpan di bulan Shafar tahunsebelumnya, kemudian bulan Rabi’ul Awal tahun berikutnya begituseterusnya, artinya engkau menzakati harta yang ditabung setiapbulannya pada tahun berikutnya. Akan tetapi apabila engkau melewatisuatu bulan (bulan yang wajib zakat padanya) dalam keadaan tidakmenabung sedikitpun, atau engkau menginfaqkan uang tabungantersebut, maka tidak ada zakat atasmu di bulan tersebut.
Dan jika ada kesulitan atau merasa berat (dengan berbagai sebab)dalam menetapkan besarnya zakat, maka boleh baginya untukmenyegerakan penghitungan zakat dengan menjadikan satu bulantertentu untuk menghitung zakat yang engkau simpan di setiaptahunya, yaitu dengan menghitung pada bulan sebelumnya dandikelurkan zakatnya pada bulan itu untuk tiap tahunnya. (Karenabiasanya penutupan buku di akhir bulan, sehingga penghitungan dibulan yang harusnya dia mengelurkan zakat adalah hasil data bulansebelumnya, pent)
Seandainya engkau jadikan bulan Ramadhan sebagai bulandikeluarkannya zakat, maka engkau keluarkan zakat harta yang telahkau simpan sejak bulan Sya’ban, Rajab, Jumadil Akhir dan seterusnyasebelum masuk satu haul. Karena menyegerakan zakat boleh jika adasuatu hajat.
Diambil dan diterjemahkan dari : http://www.ibn-jebreen.com/
Pertanyaan : Saya telah sering mendengar dan membaca artikel tentang zakat profesi, yang mana pada umumnya menyatakan bahwa “Tidak ada zakat atas harta (uang dari gaji yang diterima tiap bulan) kecuali harta tersebut disimpan dan telah memasuki masa haul serta memenuhi nishabnya”. Kalau uang gaji tiap bulan habis (baca: tidak ada yang bisa ditabung) dipakai untuk pemenuhan nafkah keluarga maka tidakada zakat atas gaji tersebut.
Masalahnya adalah berapapun besarnya gaji yang diterima, jika seseorang berkehendak untuk menghabiskannya, maka akan habislah uangtersebut, sehingga setiap dilakukan perhitungan zakat akan tidakpernah mencapai nishab. Kalau memang demikian maka berarti bahwa zakat profesi tidak tergantung dari berapa besarnya gaji yangditerima tiap bulan, melainkan tergantung dari bagaimana gaya hidup seseorang.
Jika orang tersebut hemat dan rajin menabung, walaupun gajinya mungkin kecil, tetapi setelah dilakukan perhitungan zakat, mungkin harus membayar zakat karena memang sudah mencapai masa haul dan memenuhi nishabnya. Sebaliknya jika orang tersebut bergaya hidup konsumtif (konsumtif tidak berarti mewah), walaupun gajinya besar, tetapi setiap tahunnya mungkin tidak mempunyai harta yang memenuhinishab zakat sehingga dia tidak perlu mengeluarkan zakat.
Pertanyaannya adalah :* Apakah memang begitu (tidak kena zakat kalau tidak mempunyaiharta simpanan yang memenuhi nishab) ?* Apakah ada batasan minimum nafkah keluarga, sehingga walaupun tidak mempunyai harta yang memenuhi nishab, tetapi tetap kena kewajiban membayar zakat sebab gaya hidupnya konsumtif ?* Jika dikeluarkan zakat 2.5% dari gaji kotor bulanan (tanpa memandang pehitungan haul dan nishab) apakah hal ini termasuk zakat atau infaq/shodaqah ?* Jika mempunyai harta yang memenuhi nishab tetapi kemudian habis (karena suatu kebutuhan keluarga) sebelum masa haulnya datang, apakah keadaan ini menyebabkan seseorang tersebut tidak diwajibkan membayar zakat ? Sekian dulu, mohon penjelasan.
Jawab : Bismillah : Ya, jika sesorang tidak memiliki harta zakat atau memilikinya tapi tidak mencapai nishob maka tidak wajib mengeluarkannya, kewajiban itu dikaitkan dengan harta, manakala ada harta maka wajib zakat dan tatkala tiada maka tidak wajiab zakat, dan zakat tidak dikaitkan dengan cara hidup seseorang karena cara hidup itu sesuatu yang nisbi kebutuhan hidup orang kaya tentu tidak sama dengan orang sederhana, orang kaya membutuhkan lebih banyak kebutuhannya, dan itu kita rasakan secara fitrah. Begitu pula orang yang kehidupannya sederhana, tentu dia membutuhkan lebih sedikit dari orang kaya, jadi tidak bisa kewajiban zakat itu dikaitkan dengan cara hidup seseorang. Yang benar adalah dikaitkan dengan kekayaan yang tersisa dari kebutuhannya, baik kekayaan tersebut dimiliki oleh orang kaya atau yang hidupnya sederhana.
Mengenai kewajiban memberi nafkah, -wallahua’lam- ia memberikan nafkah minimal pada kebutuhan-kebutuhan daruratnya. Tapi ingat sekali lagi bahwa zakat itu tidak Allah ta’ala wajibkan kecuali jika telah mencapai nishob sebagai mana terdapat dalam hadits-hadits Nabi shollallahu alahi wasallam. Ini adalah ketetapan syari’at ini dan ini adalah rahmat Allah kepada manusia dimana Allah tidak mewajibkan mengeluarkan zakat kecuali jika memang sudah lebih dari kebutuhanya.
Mengenai pertanyaan ketiga, ini adalah shodaqoh bukan zakat dan hendaknya ia menyadari bahwa ini adalah aturan untuk dirinya saja tidak bisa ia mewajibkan ini untuk orang lain . Dan ini tidak menggugurkan dia dari kewajiban zakat jika nanti mencapai syarat-syaratnya.
Mengenai pertanyaan keempat , jawabnya ; Ya, jika harta itu habis, tapi jika masih tersisa walaupun sedikit kemudian di akhir haul mencapai nishob lagi maka masih berkewajiban menunaikan zakat.
[Dewan Syariah ZIS Online]
Pertanyaan Pertama : Dari keterangan tentang Zakat profesi/pendapatan yang ana simak dariIndex Konsultasi masalah Zakat, bahwasananya wajib zakatprofesi/pendapatan itu apabila kita memliki harta lebih darikebutuhan pokok kita kemudian telah mencapai nishob dan haul.
Yang ana tanyakan apakah ada zakat profesi yang dikeluarkan daripendapatan per bulannya (tidak sampai haul), karena ditempat kerjaana lagi berkembang tentang Zakat profesi, kalau ada bisakahdisertakan dalilnya..? ( Evi Firmansyah / Batam / Indonesia / 228 )
Jawaban : Dengan ini kami menerangkan bahwa ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal kewajiban zakat profesi atau penghasilan, namunpendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan tidak adazakat profesi tersebut, karena tidak memenuhi syarat-syarat wajibzakat, yang dimaksud dengan syarat-syarat wajib zakat adalah :
1. Harta yang wajib dizakati adalah harta yang sudah sampai nishab yaitu harta yang dimiliki itu telah mencapai sekuarang-kurangnya 85 gram murni atau seharganya, maka jika harta itu kurang dari seharga 85 gram emas murni maka tidak wajib dizakati.
2. Harta itu harus sudah dimiliki selama 1 tahun dan selama satu tahun tersebut tidak pernah berkurang dari nishabnya, jika berkurang maka penghitungannya dimulai ketika harta itu mencapai nishabnya. Contoh : saudara pada tanggal 1 Januari 2001 mempunyai uang seharga 85 gram emas, namun pada dua bulan kemudian uang itu berkurang sehingga menjadi seharga 60 gram emas, maka penghitungan nishabnya dimulai kembali jika uang yang saudara miliki telah mencapai 85gram, dan harta yang sebelum perhitungan baru ini tidak wajib zakat.
3. Harta yang dimiliki adalah milik penuh (tidak ada hutang, dll)
4. Harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
Maka berdasarkan syarat-syarat diatas, harta yang dihasilkan dari profesi tidak wajib zakat, karena tidak memenuhi syarat pertama, terlebih kalau penghasilannya tidak mencapai seharga 85 gram emasmurni. Jadi, sebagaimana pengakuan anda bahwa hal itu belum sampaihaul sedangkan sampainya haul merupakan salah satu syarat wajib tersebut maka tidak wajib dizakati. Wallahu a’lam.
Pertanyaan Kedua : Mohon penjelasan tentang. zakat pendapatan/profesi. Kalau zakat pendapatan itu dilaksanakan, bagaimana mekanismenya ?. Apakah harus setiap bulan atau setahun ? Dan apakah dihitung masih kotor atau sudah bersih? Dan apakah dalam prosentasi pemotongan/pembayaranzakat ada istilah 2.5%: 2% ; 1.5% : 1% atau 0.5%. Wassalam. ( Rizal )
Jawaban : Zakat profesi adalah harta yang dikeluarkan dari harta yang dihasilkan oleh pekerjaan kita seperti, dokter, dosen, pegawai negeri dll.
Perlu saudara ketahui bahwa kewajiban mengeluarkan zakat mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
Harta yang wajib dizakati adalah :
a. Pertama : harta yang sudah mencapai nishabnya (baca: nisobyaitu batas minimal harta yang harus dizakati, jika harta itu berupauang maka nishabnya adalah seharga 85 gram emas murni),
b. Kedua : harta itu merupakan milik sempurna si wajib zakat (bebas dari hutang ),
c. Ketiga : harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
d. keempat : harta tersebut sudah haul (setahun dimiliki).
Maka berdasarkan syarat-syarat di atas maka kami berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat terhadap harta yang dihasilkan dari profesi, dan apabila harta yang saudara dapatkan dari pekerjaan tersebut sudah satu tahun saudara miliki dan memenuhi syarat-syarat di atas maka saudara wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dan diberikan kepada faqir miskin yang paling dekat dengan saudara, ataugolongan lain yang berhak yang tersebut dalam surat at-Taubah : 60.
Sebagai contoh : pada tanggal 1 januari 2000 anda mempunyai uang lebih dari harga emas 85 gram, maka pada tanggal 1 januai 2001, anda harus mengeluarkan zakatnya 2,5 %, dengan catatan selama setahun tersebut simpanan anda tidak pernah kurang dari nilai 85 gram emas. Namun apabila misalnya anda pada bulan pebruari 2000 mempunyai kebutuhan yang mengharuskan untuk mengambil simpanan anda sehingga simpanan anda menjadi kurang dari nishab, maka hitungan haulnya gugur. Artinya pada bulan januari 2001 anda tidak wajib zakat. Pendek kata, seseorang baru wajib membayar zakat apabila uang yang mencapai nishab tersebut sudah berumur setahun penuh dan tidak pernah kurang dari nishab. Wallahu ‘alam
[Transkrip catatan tanya-jawab dalam suatu kajian on-line]
Demikian permasalahan seputar Zakat Profesi serta pertentangannyadengan perhitungan Zakat Maal (harta) yang syar’i. Kita berharap,mudahan-mudahan ‘CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI’, permasalahannya menjadi jelas dan gamblang, bahwa segala sesuatu walau niatnya baik tapi caranya tidak didukung dengan dalil yang shahih juga contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipraktekan oleh para sahabatnya, adalah salah/tertolak dan bisa bertentangan dengan syariat-Nya.
Wallahu A’lam.



Zakat

Roman Cinta dan Sepi II

  Chapter II Ia Muncul Lagi   Di sebuah peron yang sepi, lelaki itu, yang tak kuketahui namanya itu, duduk menatap langit tanpa kata-k...