Perhitungan Zakat Profesi
Istilah Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak
pernah ada seorang ‘ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat
ini, kecuali Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab
Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepadanash
yang syar’I) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.
Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang
yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa
menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishab (jumlah minimum
yang dikenakan zakat).
Mereka mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian
(pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Disamping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya
petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter,
eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah
melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah Zakat profesi seperti di bawah ini :
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 24.000.000 == Rp 600.000,-
Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Pengeluaran bulanan == Rp 1.000.000
Pengeluaran setahun == Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 24.000.000 – 12.000.000 == Rp 12.000.000
1 gram emas == Rp 100.000
Nishab == Rp 85 gram
Harga nishab == Rp 8.500.000
Zakat Anda == 2,5% x Rp 12.000.000 == Rp 300.000,-
Zakat Maal (Harta) yang Syar’i
Sedangkan kaidah umum syar’I sejak dahulu menurut para ‘ulama
berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam adalah
wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan,
hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria,
yaitu :
1. batas minimal nishab dan
2. harus menjalani haul (putaran satu tahun).
Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak
menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil
berikut :
[a] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud].
“Artinya : Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud].
20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai nishab emas.
[b] Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul” [Shahih Riwayat Abu Daud]
“Artinya : Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul” [Shahih Riwayat Abu Daud]
[c] Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
“Artinya : Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul” [Shahih dengan syawahidnya, Riwayat Tirmidzi]
“Artinya : Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul” [Shahih dengan syawahidnya, Riwayat Tirmidzi]
Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya
ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya
ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap
dengan nishab.
Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa
nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil,
qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at, juga
bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
[Lihat Taudhihul Al Ahkam 3/33-36, Subulusssalam
2/256-259, Bulughul Maram Takhrij Abu Qutaibah Nadhr Muhammad Al-faryabi
1/276/279]
Singkatnya simulasi cara perhitungan menurut kaidah
yang syar’i adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan kita,
kemudian sisa penghasilan itu kita simpan/miliki yang jumlahnya telah
mencapai nishab emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu
tahun (haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan
zakat sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kita
kadang tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta
Anda adalah dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan
atau ketentuannya.
Contoh perhitungan yang benar :
Gaji sebulan == Rp 2.000.000
Gaji setahun == Rp 24.000.000
Sisa pengeluaran setahun setelah dikurangi pengeluaran == Rp 5.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000
Maka Anda tidak terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir tahun belum mencapai nishab emas 85 gram tersebut.
Atau
Gaji sebulan == Rp 5.000.000
Gaji setahun == Rp 60.000.000
Sisa pengeluaran setahun == Rp 10.000.000
Nishob 85 gram emas == Rp 8.500.000
Maka Anda terkena kewajiban zakat, karena harta di
akhir tahun telah mencapai nishab emas 85 gram tersebut. Kemudian tunggu
harta kita yang tersisa sebesar Rp 10.000.000,- tersebut hingga berlalu
1 tahun. Kemudian baru dikeluarkan zakat tersebut sebesar 2.5 % x
Rp10.000.000,- == Rp 250.000,- pada tahun berikutnya.
Zakat Profesi Bertentangan dengan Zakat Maal (Harta)
Oleh karena itu ditinjau dari dalil yang syar’I maka
istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah dicontohkan
oleh Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam, dimana antara lain adalah :
1. Penolakan beliau akan adanya haul. Haul yaitu
bahwa zakat itu dikeluarkan apabila harta telah berlalu (kita miliki
-pen) selama 1 tahun. Padahal telah datang sejumlah hadits yang
menerangkan tentang haul. Namun hadits-hadits ini dilemahkan menurut
pandangan SyaikhYusuf Qardhawi dengan alasan-alasan yang lemah (tidak
kuat alasan pendha’ifannya). Karena hadits itu memiliki beberapa jalan
dan syawahid.
Oleh karena penolakan ini, maka menurut Syaikh Yusuf
Qardhawi, apabila seseorang menerima gaji (rejeki) melebihi nisab
(batasan) zakat, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
2. Dari penolakan haul ini (karena dianggap bahwa
tidak ada haul), maka Syaikh Yusuf Qardhawi mengkiyaskan dengan zakat
biji-bijian. Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Hal ini merupakan pengqiyasan yang salah. Karena
qiyas dilakukan karena beberapa sebab salah satunya apabila tidak ada
dalil yang menerangkan hukumnya. Padahal (sebagaimana yang telah
disampaikan secara singkat), terdapat sejumlah hadits dan atsar para
sahabat(dalil-dalil) yang menjelaskan mengenai haul.
Kemudian jikapun benar dapat diqiyaskan dengan
biji-bijian (pertanian), maka kita harus konsekuen dengan kebiasaan yang
umum berlaku dalam masalah panen biji-bijian :
a. Dimana hasil biji-bijian baru dipanen setelah
berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut
dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan !
b. Dimana hasil biji-bijian akan dikenakan zakat 5 %,
maka seharusnya zakat profesi juga harus dikenakan sebesar 5 %, tidak
dipungut 2.5 % !
3. Penolakan dengan akal (bukan dengan dalil). Bahwa
kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para
dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan
sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Hujjah (alasan) ini tidak ilmiah sama sekali dan
tidak ada artinya. Karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti
dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian tidak perlu dibantah
(karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya seperti
berfikir dengan akal bahwa “kenapa warisan untuk wanita lebih rendah?”,
“mengapa air seni yang najis hanya disucikan dengan air bersih,
sedangkan air mani yang suci harus disucikan dengan mandijanabah?”,
“mengapa orang yang mencuri harus dipotong tangannya sebatas lengan,
sedangkan orang yang muhson (telah menikah) harus dirajam bukannya
dipotong alat kemaluannya?”, dan masih banyak lagi hal yang tidak bisa
hanya mengandalkan akal kita yang terbatas untuk mengkaji hikmah ilmu
dan kemulian Alloh Azza wa Jalla.
Hal ini, ketika sampai di Indonesia, ada sebagian
orang yang berlebihan dalam menghitungnya. Misalkan 1 bulan gaji == 1
Juta, maka 12 bulan gaji == 12 Juta. Maka ini telah sampai nisab, lalu
dihitung berapa zakat yang harus dikeluarkan.
Hal ini adalah salah karena tidak ada haul. Selain
itu, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau
rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya
hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja
profesitidak bayar zakat ? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar
zakat, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.
4. Syaikh Yusuf Qardhawi mengemukakan dalam suatu
zaman Umar bin Abdul Aziz bahwa sebagian pegawai diambil gajinya 2,5%
sebagai zakat.
Hal ini merupakan salah paham terhadap dalil atau
atsar. Karena yang diambil itu harta yang diperkirakan sudah mencapai 1
haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja (paling tidak) lebih dari 1
tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka dipotonglah gajinya
2,5%. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah melampaui mencapai
nishob dan telah haul 1 tahun saja dari gaji pegawai tersebut.
Kemudian jika dilontarkan suatu syubhat : “Bagaimana
bisa mencapai batas nishab jika gaji yang kita peroleh selalu habis kita
belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan yang sifatnya
konsumtif seperti barang elektronik dan lain-lain?”
Hukum syar’I tetaplah hukum yang berlaku sepanjang
zaman, yakni zakat harta harus tetap memenuhi syarat nishab. Bila gaji
itu dibelanjakan, dan sisanya tidak memenuhi nishab, maka harta itu
belum wajib dikeluarkan zakatnya. sebagaimana hadis: “Kamu tidak
memiliki kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu
telah menjalani satu putaran haul” (Shahih, HR. Abu Dawud)
Lantas kapan zakatnya bila sisa gaji itu tidak pernah mencapai nishab?
Jawabnya: Tidak wajib zakat pada harta yang tidak
cukup nishab. Nasehatnya adalah, bila kita merasa mampu berzakat dengan
sisa uang gaji yang sedikit, maka hendaknya disalurkan dengan bentuk
shadaqoh (yang sunnah).
Alangkah beratnya agama ini bagi orang lain yang sama
kondisi ekonominya dengan kita namun dia memiliki banyak keperluan yang
harus dia belanjakan untuk keluarganya, bila zakat harta itu tidak
memperhitungkan kewajiban nishab.
Biarlah kita yang masih gemar berinfaq ini,
menyalurkannya dengan bentuk shadaqoh yang sunat terhadap harta yang
belum mencapai nishab tersebut. Tapi jangan sekali-kali mengubah hukum
dari yang tidak wajib menjadi wajib, karena ini akan memberatkan kaum
musliminsecara umum. Mungkin bagi kita tidak berat, tapi orang lain ?.
Sungguh telah binasa umat terdahulu karena mereka melampaui batas dalam
agama.
Salah satu dari sekian banyak hikmah adanya syarat
nishab adalah agar harta kaum muslimin itu terus berputar dalam
perbelanjaan mereka, dan tidak mengendap dalam jumlah yang besar pada
satu atau beberapa orang. Ini akan akan berdampak jumlah uang beredar
akan menjadi sedikit, kesenjangan semakin meningkat, dan lain-lain.
Bila seseorang itu memiliki harta dia boleh :
1. membelanjakan dijalan yang halal untuk keluarganya,
2. atau Mengusahakan harta itu dengan permodalan (misalnya mudharabah dll)
3. atau Mengeluarkan zakat bila telah terpenuhi syarat-syaratnya
4. atau Menabungnya bila belum terpenuhi syarat-syaratnya, agar kemudian bisa dikeluarkan zakatnya
5 Atau dia shadaqohkan/berinfaq (sunnah hukumnya)
Oleh karena itu memperhitungkan gaji semata dalam
satu tahun tanpa memperhitungkan bentuk harta yang lainnya adalah cara
yang keliru dalam menghitung zakat maal. Zakat termasuk dalam ibadah,
dan kaidah dalam menjalankan ibadah adalah menjalankan segala perintah
yang dituntunkan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hal ini
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak memberikan contoh ataupun
tuntunan dalam memperhitungkan zakat maal dalam penghasilan semata.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan
bahwa zakatbarang tambang yang wajib dizakatkan adalah emas dan
perak,sedangkan tanaman yang wajib zakat adalah gandum, sya’ir, kurma,
danzabib, dan tidak ada satupun Riwayat dari Rasulullah ShalallahuAlaihi
wa Sallam bahwa harta penghasilan adalah harta wajib zakat.Jadi tidak
ada dalil yang menerangkannya. Hitunglah berapapenghasilan kita dalam
satu tahun lantas dikurangi pengeluaranitulah harta yang tersisa dalam
dalam satu tahun, bandingkan dengannishab emas 85 gram, bila sama atau
melebihinya maka wajib zakat,jika tidak maka tidak perlu zakat, namun
dengan bershadaqah jugadapat membersihkan harta. Wallahu a’lam.
Fatwa-fatwa Seputar Permasalahn Zakat Profesi
Soal : Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji
pegawai. Apakah zakatitu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah
berlangsung haul(satu tahun) ?
Jawab : Bukanlah hal yg meragukan, bahwa diantara
jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak).
Dan diantara syaratwajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu,
ialah bila sudahsempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang
diperoleh darigaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji
itu sendiriataupun dari hasil gabungan uangnya yg lain, sementara
sudahmemenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dgn zakat hasil
bumi. Sebab persyaratan haul (satu tahun) ttg wajibnya zakat bagi dua
mata uangmerupakan persyaratan yg sudah jelas berdasarkan nash. Apabila
sudahada nash, maka tidak ada lagi qiyas. Berdasarkan itu, makatidaklah
wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.
Soal : Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yg mendapat
gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan
lain.Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan,
kadangmenghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan
lainnyakadang masih tersisa sedikit yg tersimpan untuk keperluan
mendadak(tak terduga). Bagaimana cara orang ini membayarkan zakatnya ?
Jawab : Seorang muslim yg dapat terkumpul padannya
sejmlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa
berzakat selama sudahmemenuhi haul, bila uang yg terkumpul padanya
mencapai nishab. Baik(jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu
sendiri, ataupunketika digabungkan dgn uang lain, atau dgn barang
dagangan miliknyayg wajib dizakati.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yg terkumpulpadanya memnuhi haul, dgn niat membayarkan zakatnya di muka, makahal itu merupakan hal yg baik saja. Insya Alah. wallahu ‘alam,semoga bermanfaat.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yg terkumpulpadanya memnuhi haul, dgn niat membayarkan zakatnya di muka, makahal itu merupakan hal yg baik saja. Insya Alah. wallahu ‘alam,semoga bermanfaat.
Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Syaikh abdur Razaq afifi
Anggota : Syaikh Abdullah Bin Ghudayyan, Abdullah Bin Mani
Pertanyaan pertama : Seorang pegawai setiap bulan menyisakan gajinya
dengan jumlah yangberbeda, satu bulan dia menyisakan sedikit dan bulan
yang lainbanyak, maka uang yang pertama sudah sampai satu tahun dan yang
lainbelum cukup satu tahun, sedangkan dia tidak tahu berapa banyak
diamenyisakannya setiap bulan, bagaimana cara dia membayarkan zakatnya ?
Pertanyaan kedua
egawai yang lain menerima gaji bulanan, dan dia selalu menyimpan
langsung di money box setiap kali dia menerima gaji. Dia mengambildari
box setiap hari dengan waktu yang berbeda untuk nafkahkeluarganya serta
kebutuhan sehari hari dengan jumlah yang berbedasesuai dengan kebutuhan.
Maka bagaimana cara menghitung haul(hitungan satu tahun) dari uang yang
tersimpan di money boxtersebut ? Bagaimana cara mengeluarkan zakat
dengan keadaan begini,sedangkan seluruh uang yang tersimpan belum sampai
satu tahun ?
Jawaban : Soal yang pertama dan yang kedua isinya sama, dua soal
tersebut juga mempunyai contoh-contoh yang sama, maka Lajnah (Lembaga
Riset Ilmiah dan Fatwa Saudi) berpandangan harus menjawabnya dengan
jawaban yang sempurna supaya mamfaatnya lebih besar, Yaitu :
Barang siapa yang memiliki nishob dari uang, setelah
itu diamemiliki nishob dari uang yang lain pada waktu yang berbeda,
bukankeuntungan dari uang yang pertama, dan tidak juga diambil dari
uangyang pertama. Akan tetapi uang itu tersendiri, seperti seorang
pegawai menyisakan (menabungkan) gajinya, atau seperti hartawarisan,
hadiah atau sewaan rumah. Maka apabila pemilik uang itutomak untuk
mengumpulkan hak miliknya atau dia tomak untuk tidakmengeluarkan sedekah
dari hartanya untuk orang yang berhakmenerimanya kecuali sekedar
kewajibannya dari membayar zakat, makadia harus membuat jadual hitungan
penghasilannya. Setiap jumlah uang(gaji), hitungan haulnya tersendiri,
dimulai dari hari dia memilikiuang tersebut. Setiap jumlah uang itu
dikeluarkan zakatnya dengan tersendiri, setiap kali sampai satu tahun
dari tanggal dia memilikinya.
Apabila dia ingin senang dan menempuh jalan
toleransi, serta jiwanya senang untuk mempedulikan keadaan fakir miskin
dan yang lainnya;dari orang-orang yang berhak menerima zakat, maka dia
mengeluarkanzakar seluruh yang dia miliki dari uang tersebut, tatkala
nishobyang pertama dari hartanya itu sudah sampai satu tahun.
Cara yang demikian lebih besar pahalanya, dan lebih
tinggi kedudukannya, dan lebih menyenangkannya, serta lebih terjaga
hak-hakfakir miskin dan lainnya. Dan apa yang dia lebihkan dari
yangdiwajibkan kepadanya dari hitungan zakat, dia niatkan untuk
sedekah,berbuat baik, sebagai tanda syukurnya kepada Allah atas nikmat
serta pemberian Allah yang banyak. Dan dia juga mengharapkan agar Allah
subhanah lebih melimpahkan karunia-Nya kepada beliau, sebagaimana firman
Allah :
Artinya : “Jika seandainya kalian bersyukur maka niscaya Saya akanmenambah kalian (akan nikmatKu)”. (Q.S.14;7).
Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq.
Sumber fatwa : “Fatawa lilmuazhofin wal ‘ummal”, oleh Lajnah Daimah,hal; 75-77.
Tanya : Seseorang yang pendapatannya hanya bersandar
pada gaji bulanan. Dia membelanjakan sebagiannya dan menabungkan
sebagiannya yang lain,bagaimana dikeluarkan zakat harta ini ?
Jawab : Baginya harus memastikan dengan mencatat
berapa yang dia simpan darigaji bulanannya kemudian membayar zakatnya
jika telah mencapai haul.Semua simpanan bulanan dibayar zakatnya jika
telah berlalu satuhaul. Apabila dia menzakati seluruhnya karena
mengikuti bulanpertama maka tidak mengapa baginya (untuk membayar
zakatnya, pent)dan baginya pahala atasnya, dan zakat itu teranggap
disegerakan daritabungan yang belum mencapai haul. Dan tidak ada
larangan untuk menyegerakan zakat, jika muzakki memandang adanya
maslahat pada yangdemikian, adapun mengakhirkannya (menunda) setelah
sempurna satuhaul, tidak boleh kecuali karena udzur syar’i seperti
(khwatir)terfitnah harta atau kefaqiran.
[Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah]
[Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah]
Pertanyaan : Gaji saya sebesar 8000 real, kebanyakan uang tersebut
setiap bulannya tidak tersisa kecuali hanya sedikti saja. Apakah uang
tersebut masih wajib zakat. Kami mengharapkan jawaban tentang tata cara
membayar zakat dari gaji bulanan, karena hal ini menjadi masalah yang
hampir mengena setiap orang ?
Jawab : Tidak ada zakat pada harta tersbut sampai
berlalu atasnya satu haul. Maka apabila gaji tersebut digunakan untuk
nafkah (keluraga) tidakada zakat atasnya. Apabila engkau menyimpan harta
tesebut sampainisab, maka wajib atasmu untuk membayar zakat harta
simpanantersebut apabila telah melewati masa haul. Maka apabila telah
mencapai satu haul pada setiap bagian harta, wajib dikeluarkanzakatnya.
Sebagai contoh jika engaku menabung uang 2000 real di
bulan Muharramtahun 1415 H maka engkau harus menzakatinya pada Muharam
1416 H(tahun berikutnya), selanjutnya di bulan Shafar tahun depan
engkaumembayar zakat terhadap harta yang disimpan di bulan Shafar
tahunsebelumnya, kemudian bulan Rabi’ul Awal tahun berikutnya
begituseterusnya, artinya engkau menzakati harta yang ditabung
setiapbulannya pada tahun berikutnya. Akan tetapi apabila engkau
melewatisuatu bulan (bulan yang wajib zakat padanya) dalam keadaan
tidakmenabung sedikitpun, atau engkau menginfaqkan uang
tabungantersebut, maka tidak ada zakat atasmu di bulan tersebut.
Dan jika ada kesulitan atau merasa berat (dengan
berbagai sebab)dalam menetapkan besarnya zakat, maka boleh baginya
untukmenyegerakan penghitungan zakat dengan menjadikan satu
bulantertentu untuk menghitung zakat yang engkau simpan di
setiaptahunya, yaitu dengan menghitung pada bulan sebelumnya
dandikelurkan zakatnya pada bulan itu untuk tiap tahunnya.
(Karenabiasanya penutupan buku di akhir bulan, sehingga penghitungan
dibulan yang harusnya dia mengelurkan zakat adalah hasil data
bulansebelumnya, pent)
Seandainya engkau jadikan bulan Ramadhan sebagai
bulandikeluarkannya zakat, maka engkau keluarkan zakat harta yang
telahkau simpan sejak bulan Sya’ban, Rajab, Jumadil Akhir dan
seterusnyasebelum masuk satu haul. Karena menyegerakan zakat boleh jika
adasuatu hajat.
Diambil dan diterjemahkan dari : http://www.ibn-jebreen.com/
Pertanyaan : Saya telah sering mendengar dan membaca artikel tentang
zakat profesi, yang mana pada umumnya menyatakan bahwa “Tidak ada zakat
atas harta (uang dari gaji yang diterima tiap bulan) kecuali harta
tersebut disimpan dan telah memasuki masa haul serta memenuhi
nishabnya”. Kalau uang gaji tiap bulan habis (baca: tidak ada yang bisa
ditabung) dipakai untuk pemenuhan nafkah keluarga maka tidakada zakat
atas gaji tersebut.
Masalahnya adalah berapapun besarnya gaji yang
diterima, jika seseorang berkehendak untuk menghabiskannya, maka akan
habislah uangtersebut, sehingga setiap dilakukan perhitungan zakat akan
tidakpernah mencapai nishab. Kalau memang demikian maka berarti bahwa
zakat profesi tidak tergantung dari berapa besarnya gaji yangditerima
tiap bulan, melainkan tergantung dari bagaimana gaya hidup seseorang.
Jika orang tersebut hemat dan rajin menabung,
walaupun gajinya mungkin kecil, tetapi setelah dilakukan perhitungan
zakat, mungkin harus membayar zakat karena memang sudah mencapai masa
haul dan memenuhi nishabnya. Sebaliknya jika orang tersebut bergaya
hidup konsumtif (konsumtif tidak berarti mewah), walaupun gajinya besar,
tetapi setiap tahunnya mungkin tidak mempunyai harta yang
memenuhinishab zakat sehingga dia tidak perlu mengeluarkan zakat.
Pertanyaannya adalah :* Apakah memang begitu (tidak
kena zakat kalau tidak mempunyaiharta simpanan yang memenuhi nishab) ?*
Apakah ada batasan minimum nafkah keluarga, sehingga walaupun tidak
mempunyai harta yang memenuhi nishab, tetapi tetap kena kewajiban
membayar zakat sebab gaya hidupnya konsumtif ?* Jika dikeluarkan zakat
2.5% dari gaji kotor bulanan (tanpa memandang pehitungan haul dan
nishab) apakah hal ini termasuk zakat atau infaq/shodaqah ?* Jika
mempunyai harta yang memenuhi nishab tetapi kemudian habis (karena suatu
kebutuhan keluarga) sebelum masa haulnya datang, apakah keadaan ini
menyebabkan seseorang tersebut tidak diwajibkan membayar zakat ? Sekian
dulu, mohon penjelasan.
Jawab : Bismillah : Ya, jika sesorang tidak memiliki
harta zakat atau memilikinya tapi tidak mencapai nishob maka tidak wajib
mengeluarkannya, kewajiban itu dikaitkan dengan harta, manakala ada
harta maka wajib zakat dan tatkala tiada maka tidak wajiab zakat, dan
zakat tidak dikaitkan dengan cara hidup seseorang karena cara hidup itu
sesuatu yang nisbi kebutuhan hidup orang kaya tentu tidak sama dengan
orang sederhana, orang kaya membutuhkan lebih banyak kebutuhannya, dan
itu kita rasakan secara fitrah. Begitu pula orang yang kehidupannya
sederhana, tentu dia membutuhkan lebih sedikit dari orang kaya, jadi
tidak bisa kewajiban zakat itu dikaitkan dengan cara hidup seseorang.
Yang benar adalah dikaitkan dengan kekayaan yang tersisa dari
kebutuhannya, baik kekayaan tersebut dimiliki oleh orang kaya atau yang
hidupnya sederhana.
Mengenai kewajiban memberi nafkah, -wallahua’lam- ia
memberikan nafkah minimal pada kebutuhan-kebutuhan daruratnya. Tapi
ingat sekali lagi bahwa zakat itu tidak Allah ta’ala wajibkan kecuali
jika telah mencapai nishob sebagai mana terdapat dalam hadits-hadits
Nabi shollallahu alahi wasallam. Ini adalah ketetapan syari’at ini dan
ini adalah rahmat Allah kepada manusia dimana Allah tidak mewajibkan
mengeluarkan zakat kecuali jika memang sudah lebih dari kebutuhanya.
Mengenai pertanyaan ketiga, ini adalah shodaqoh bukan
zakat dan hendaknya ia menyadari bahwa ini adalah aturan untuk dirinya
saja tidak bisa ia mewajibkan ini untuk orang lain . Dan ini tidak
menggugurkan dia dari kewajiban zakat jika nanti mencapai
syarat-syaratnya.
Mengenai pertanyaan keempat , jawabnya ; Ya, jika
harta itu habis, tapi jika masih tersisa walaupun sedikit kemudian di
akhir haul mencapai nishob lagi maka masih berkewajiban menunaikan
zakat.
[Dewan Syariah ZIS Online]
Pertanyaan Pertama : Dari keterangan tentang Zakat
profesi/pendapatan yang ana simak dariIndex Konsultasi masalah Zakat,
bahwasananya wajib zakatprofesi/pendapatan itu apabila kita memliki
harta lebih darikebutuhan pokok kita kemudian telah mencapai nishob dan
haul.
Yang ana tanyakan apakah ada zakat profesi yang
dikeluarkan daripendapatan per bulannya (tidak sampai haul), karena
ditempat kerjaana lagi berkembang tentang Zakat profesi, kalau ada
bisakahdisertakan dalilnya..? ( Evi Firmansyah / Batam / Indonesia / 228
)
Jawaban : Dengan ini kami menerangkan bahwa ada
perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal kewajiban zakat profesi atau
penghasilan, namunpendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang
menyatakan tidak adazakat profesi tersebut, karena tidak memenuhi
syarat-syarat wajibzakat, yang dimaksud dengan syarat-syarat wajib zakat
adalah :
1. Harta yang wajib dizakati adalah harta yang sudah
sampai nishab yaitu harta yang dimiliki itu telah mencapai
sekuarang-kurangnya 85 gram murni atau seharganya, maka jika harta itu
kurang dari seharga 85 gram emas murni maka tidak wajib dizakati.
2. Harta itu harus sudah dimiliki selama 1 tahun dan
selama satu tahun tersebut tidak pernah berkurang dari nishabnya, jika
berkurang maka penghitungannya dimulai ketika harta itu mencapai
nishabnya. Contoh : saudara pada tanggal 1 Januari 2001 mempunyai uang
seharga 85 gram emas, namun pada dua bulan kemudian uang itu berkurang
sehingga menjadi seharga 60 gram emas, maka penghitungan nishabnya
dimulai kembali jika uang yang saudara miliki telah mencapai 85gram, dan
harta yang sebelum perhitungan baru ini tidak wajib zakat.
3. Harta yang dimiliki adalah milik penuh (tidak ada hutang, dll)
4. Harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
Maka berdasarkan syarat-syarat diatas, harta yang dihasilkan dari profesi tidak wajib zakat, karena tidak memenuhi syarat pertama, terlebih kalau penghasilannya tidak mencapai seharga 85 gram emasmurni. Jadi, sebagaimana pengakuan anda bahwa hal itu belum sampaihaul sedangkan sampainya haul merupakan salah satu syarat wajib tersebut maka tidak wajib dizakati. Wallahu a’lam.
Maka berdasarkan syarat-syarat diatas, harta yang dihasilkan dari profesi tidak wajib zakat, karena tidak memenuhi syarat pertama, terlebih kalau penghasilannya tidak mencapai seharga 85 gram emasmurni. Jadi, sebagaimana pengakuan anda bahwa hal itu belum sampaihaul sedangkan sampainya haul merupakan salah satu syarat wajib tersebut maka tidak wajib dizakati. Wallahu a’lam.
Pertanyaan Kedua : Mohon penjelasan tentang. zakat
pendapatan/profesi. Kalau zakat pendapatan itu dilaksanakan, bagaimana
mekanismenya ?. Apakah harus setiap bulan atau setahun ? Dan apakah
dihitung masih kotor atau sudah bersih? Dan apakah dalam prosentasi
pemotongan/pembayaranzakat ada istilah 2.5%: 2% ; 1.5% : 1% atau 0.5%.
Wassalam. ( Rizal )
Jawaban : Zakat profesi adalah harta yang dikeluarkan
dari harta yang dihasilkan oleh pekerjaan kita seperti, dokter, dosen,
pegawai negeri dll.
Perlu saudara ketahui bahwa kewajiban mengeluarkan zakat mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
Harta yang wajib dizakati adalah :
a. Pertama : harta yang sudah mencapai nishabnya (baca: nisobyaitu batas minimal harta yang harus dizakati, jika harta itu berupauang maka nishabnya adalah seharga 85 gram emas murni),
b. Kedua : harta itu merupakan milik sempurna si wajib zakat (bebas dari hutang ),
c. Ketiga : harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
d. keempat : harta tersebut sudah haul (setahun dimiliki).
a. Pertama : harta yang sudah mencapai nishabnya (baca: nisobyaitu batas minimal harta yang harus dizakati, jika harta itu berupauang maka nishabnya adalah seharga 85 gram emas murni),
b. Kedua : harta itu merupakan milik sempurna si wajib zakat (bebas dari hutang ),
c. Ketiga : harta tersebut kelebihan dari kebutuhan pokok.
d. keempat : harta tersebut sudah haul (setahun dimiliki).
Maka berdasarkan syarat-syarat di atas maka kami
berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat terhadap harta yang
dihasilkan dari profesi, dan apabila harta yang saudara dapatkan dari
pekerjaan tersebut sudah satu tahun saudara miliki dan memenuhi
syarat-syarat di atas maka saudara wajib mengeluarkan zakatnya sebesar
2,5 % dan diberikan kepada faqir miskin yang paling dekat dengan
saudara, ataugolongan lain yang berhak yang tersebut dalam surat
at-Taubah : 60.
Sebagai contoh : pada tanggal 1 januari 2000 anda
mempunyai uang lebih dari harga emas 85 gram, maka pada tanggal 1 januai
2001, anda harus mengeluarkan zakatnya 2,5 %, dengan catatan selama
setahun tersebut simpanan anda tidak pernah kurang dari nilai 85 gram
emas. Namun apabila misalnya anda pada bulan pebruari 2000 mempunyai
kebutuhan yang mengharuskan untuk mengambil simpanan anda sehingga
simpanan anda menjadi kurang dari nishab, maka hitungan haulnya gugur.
Artinya pada bulan januari 2001 anda tidak wajib zakat. Pendek kata,
seseorang baru wajib membayar zakat apabila uang yang mencapai nishab
tersebut sudah berumur setahun penuh dan tidak pernah kurang dari
nishab. Wallahu ‘alam
[Transkrip catatan tanya-jawab dalam suatu kajian on-line]
Demikian permasalahan seputar Zakat Profesi serta
pertentangannyadengan perhitungan Zakat Maal (harta) yang syar’i. Kita
berharap,mudahan-mudahan ‘CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI’, permasalahannya
menjadi jelas dan gamblang, bahwa segala sesuatu walau niatnya baik tapi
caranya tidak didukung dengan dalil yang shahih juga contoh dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipraktekan oleh para sahabatnya,
adalah salah/tertolak dan bisa bertentangan dengan syariat-Nya.
Wallahu A’lam.
Islam is our best gift. He says you should only have children if you can take good care of them and properly educate them. Because he is not just a manual of Halal and Haram. He is not a game, don't play with it. He is not a simple ideology or philosophy. He is not a religion of redemption.
ReplyDeleteAl Islam
Anas ibn Maalik narrated from ‘Ubaadah ibn as-Saamit, from the Prophet (blessings and peace of Allah be upon him) that he said: “Whoever loves to meet Allah, Allah loves to meet him, and whoever hates to meet Allah, Allah hates to meet him.” ‘Aa’ishah or one of his wives said: “But we hate death.” He said: “That is not what I meant. When the believer is dying, he is given the glad tidings of the pleasure and honour of Allah, and nothing is dearer to him than that which is ahead of him, thus he loves to meet Allah and Allah loves to meet him. But when the disbeliever is dying, he is given tidings of the punishment and wrath of Allah, and nothing is more hated to him than what is ahead of him, thus he hates to meet Allah and Allah hates to meet him.”
ReplyDeleteAnas ibn Maalik narrated from ‘Ubaadah ibn as-Saamit, from the Prophet (blessings and peace of Allah be upon him) that he said: “Whoever loves to meet Allah, Allah loves to meet him, and whoever hates to meet Allah, Allah hates to meet him.” ‘Aa’ishah or one of his wives said: “But we hate death.” He said: “That is not what I meant. When the believer is dying, he is given the glad tidings of the pleasure and honour of Allah, and nothing is dearer to him than that which is ahead of him, thus he loves to meet Allah and Allah loves to meet him. But when the disbeliever is dying, he is given tidings of the punishment and wrath of Allah, and nothing is more hated to him than what is ahead of him, thus he hates to meet Allah and Allah hates to meet him.”
ReplyDelete