Mohammad Husni Thamrin
28 Maret 2013
POLITIKUS YANG SANTUN
Mohammad Husni Thamrin dilahirkan di
Sawah Besar, Betawi, 16 Februari 1894. Ia berasal dari keluarga berada.
Kakeknya, Ort, orang Inggris, pemilik hotel di bilangan Petojo, yang
menikah dengan perempuan Betawi, Noeraini. Ayahnya, Thamrin Mohamad
Thabrie, pernah menjadi Wedana Batavia tahun 1908, jabatan tertinggi
nomor dua yang terbuka bagi warga pribumi setelah bupati.
Ia masuk sekolah Belanda, fasih
berbahasa ini, mampu berdebat dengan baik. Memulai karier sebagai
pegawai magang di Residen Batavia dan pegawai klerk di perusahaan
pelayaran KPM, MH Thamrin duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941)
lalu di Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941).
Pengarang Pramudya Ananta Toer memiliki
berbagai dokumen tentang MH Thamrin karena istrinya adalah keponakan
dari tokoh Betawi itu.
Dua modus perjuangan
Perjuangan melawan Belanda dilakukan kaum pergerakan dengan dua modus, yaitu bersedia bekerja sama dengan pihak kolonial atau tidak. Bila dwitunggal Soekarno-Hatta disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dilihat sejarawan Bob Hering sebagai paduan modus perjuangan secara kooperatif dengan nonkooperatif.
Perjuangan melawan Belanda dilakukan kaum pergerakan dengan dua modus, yaitu bersedia bekerja sama dengan pihak kolonial atau tidak. Bila dwitunggal Soekarno-Hatta disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dilihat sejarawan Bob Hering sebagai paduan modus perjuangan secara kooperatif dengan nonkooperatif.
Selama ini kata “kooperatif” memiliki
konotasi kurang positif. Orang lebih menghargai tokoh yang berjuang
secara non-koo. Namun, kedua jalur itu saling melengkapi perjuangan
bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Bahkan dari tahun 1933 sampai 1942
saat pergerakan Soekarno-Hatta-Sjahrir terkesan mandek, justru Thamrin
tetap bergerak dengan bersemangat di Volksraad.
Thamrin sering disebut satu napas dengan
Bung Karno. Ia hadir saat Soekarno diadili, kala dijebloskan ke
penjara, saat Bung Karno dibuang ke Ende. Belanda menghukum Thamrin
dengan tahanan rumah justru setelah Soekarno berkunjung ke rumahnya.
Dengan demikian, Thamrin menjadi tali penghubung (trait d’union)
kelompok pergerakan yang kooperatif dan nonkooperatif, juga antara
kelompok pergerakan dengan Volksraad.
Bila Bung Karno berpidato soal makro,
seperti falsafah dan ideologi negara, Thamrin menukik kepada persoalan
mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir.
Ia memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang diprioritaskan
pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia mempersoalkan
harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua
komoditas yang dihasilkan rakyat. Ia berbicara tentang pajak dan sewa
tanah.
Bersama anggota lain di Volksraad,
Thamrin mempertanyakan anggaran pertanian yang hanya 57 juta gulden,
sedangkan angkatan darat, laut, dan polisi 174 juta gulden.
Ia sering kalah dalam pemungutan suara,
tetapi tetap mengajukan mosi bila ada aturan Pemerintah Hindia Belanda
yang merugikan perjuangan kaum pergerakan. Thamrin memang kooperatif,
tapi tidak berdasar loyalitas Belanda. Ia tahu persis bagaimana
beroposisi secara santun. Kaum Betawi yang didirikan tidak begitu
berkembang. Walau tanpa organisasi politik, ia mampu meniti karier
politik di Dewan Rakyat.
Thamrin bukanlah kooperatif tanpa
reserve. Ia memiliki prinsip, sebagai tercermin dalam pernyataannya
“Nasionalis kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu tujuan bersama
yang sama-sama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum kooperator
merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi yang
pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan.” (Handelingen
Volkraad, 1931-1932)
Menurut surat kabar Bintang Timur
(15/07/1933), Thamrin adalah kampiun kaum nasionalis di Volksraad yang
tak diragukan, yang berani mengingatkan pemerintah dalam banyak isu
penting. Koran Adil 17 Juli 1933 mengungkapkan, Thamrin selalu
menyampaikan pidato dengan argumen yang tepat, yang membuat darah tukang
lobi anti-Indonesia Merdeka, seperti Fruin dan Zentgraaff jadi
mendidih.
Thamrin menggunakan kesempatan secara
brilian untuk menarik perhatian sungguh-sungguh terhadap apa yang
“sebenarnya hidup dalam kalbu pergerakan seluruhnya”. Thamrin berbicara
tentang kebenaran dan melakukan pekerjaan sepenuh hati dalam situasi
begitu sulit bagi pergerakan. Dalam berdebat yang penting argumen kuat,
Thamrin sendiri tidak pernah menggunakan kata-kata tajam dan keras.
Ada sebuah pernyataan MH Thamrin yang
disampaikan 70 tahun silam, namun masih terasa kebenarannya sampai
sekarang meski pemerintah telah gonta-ganti: “Satu hal yang dapat
dipastikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit
dicari. Kepercayaan terhadap keputusan pengadilan termasuk salah satu
sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya
keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, maka pemerintah akan
kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum.”
(Handelingen Volksraad, 1930-1931).
Tak kibarkan bendera Belanda
Meski pada mulanya dipandang sebagai
tokoh kooperatif, pada akhirnya hayatnya justru Thamrin dianggap
berbahaya oleh Pemerintah Hindia Belanda. Thamrin tidak mengibarkan
bendera Belanda di rumahnya pada ulang tahun Ratu Wilhelmina, 31 Agustus
1940.
Dalam suatu kesempatan, ia juga
mempelesetkan JINTAN, obat kumur murah buatan Jepang, menjadi “Jenderal
Japan Ini Nanti Toeloeng Anak Negeri”. Selain itu, tokoh Jepang
Kobajashi dipanjangkan menjadi “Koloni Orang Belanda akan Japan Ambil
Seantero Indonesia”. Ia dikenai tahanan rumah karena dianggap tidak
setia kepada Belanda dan main mata dengan pihak Jepang.
Di rumahnya di jalan Sawah Besar No 32,
Thamrin muntah-muntah dan demam mungkin karena gangguan ginjal,
kecapaian dan malaria. Istrinya meminta polisi agar mengizinkan
kunjungan dokternya. Akhirnya sang dokter datang, tetapi sudah
terlambat, tanggal 10 Januari 1941, suhu badan Thamrin sangat tinggi dan
ia hampir tidak bisa bicara. Dokter memberi suntikan untuk menurunkan
panasnya, namun penyakitnya tidak tertolong lagi, esok subuh ia
meninggal.
Pada hari pemakamannya, dari rumahnya di
Sawah Besar sampai ke kuburan Karet, lebih dari 20.000 orang
mengantarkan jenazah tokoh Betawi itu ke tempat peristirahatannya yang
terakhir. Tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai pahlawan
nasional.
Kini yang lahir di tengah masyarakat
Betawi adalah kelompok massa seperti FBR (Forum Betawi Rempug) yang
kemarin ikut mendukung Akbar Tandjung dan pernah menghajar kelompok
masyarakat miskin kota di halaman kantor Komnas HAM. Kapan muncul lagi
politikus santun seperti MH Thamrin? ►Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI
Muhammad Husni Thamrin lahir pada 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan. Setelah menamatkan pelajarannya di Koning Williem II, sejenis SMA ia kemudian bekerja di kantor kepatihan.
Muhammad Husni Thamrin lahir pada 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Jakarta Selatan. Setelah menamatkan pelajarannya di Koning Williem II, sejenis SMA ia kemudian bekerja di kantor kepatihan.
Karena prestasinya baik, maka ia
dipindahkan ke Kantor Karesidenan dan terakhir ke perusahan pelayaran
Koninglijke Paketvaart (KPM) Pada tahun 1927 ia diangkat sebagai anggota
Volksraad. Ia membentuk Fraksi Nasionalis untuk memperkuat golongan
nasional dalam dewan tersebut.
Setelah dr. Sutomo meninggal dunia pada
tahun 1938, maka Thamrin menggantikannya sebagai wakil Ketua Partai
Indonesia Raya (Parindra). Perjuangannya di Volksraad tetap dilanjutkan
dengan sebuah mosi, agar istilah Nederlands Indie, Nederlands Indische
dan Inlander diganti dengan istilah Indonesia, Indonesische dan
Indonesiea.
Sejak tanggal 6 januari 1941 Husni
thamrin dikenakan tahanan rumah, karena dituduh bekerja sama dengan
Jepang. Walaupun dalam keadaan sakit, Thamrin tidak boleh dikunjungi
teman-temannya. Akhirnya ia meninggal dunia pada 11 Januari 1941 dan
dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta.
No comments:
Post a Comment