BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah salah satu bidang yang sangat menentukan dalam kemajuan suatu Negara,
Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam suku, adat,
agama, bahasa dan lain-lain, Kesatuan ini akan menjadi bentuk Negara ini secara
plural melalui pendidikan perbedaan ini dapat di satukan agar tidak terjadi
diskriminasi yang menyudutkan pada satu golongan sehingga pembangunan Indonesia
terhambat.
Sistem
pendidikan di Indonesia yang setiap tahun berganti mengikuti jalur politik
pemenang membuat ketidak konsistenan suatu Negara di dalam memajukan dunia
pendidikan. Indonesia adalah salah satu Negara multicultural terbesar di dunia,
kenyataan ini dapat di lihat kondisi dari sosio-kultural maupun geografis yang
begitu beragam dan luas. Wacana mengenai multikultural telah memasuki babak
baru, indikasinya, diskusi mengenai multicultural tidak saja terjadi di
lingkungan tradisi akademis, melainkan telah menjadi bagian dari wacana dan
kebijakan publik. Diskursus mengenai
multicultural telah menjadi materi pendidikan, pelatihan, malahan kursus
singkat yang praktis.
Melihat fenomena tersebut pendidikan di Indonesia haruslah peka
mengahadapi perputaran globalisasi, pengalaman pahit masa lalu tidak perlu
terulang kembali, untuk itu perlu pendidikan multicultural sebagai jawaban atas
beberapa problematika kemajemukan tersebut. Oleh sebab itu, penulis berusaha
menjabarkan sedikit wawasan tentang konsep pendidikan multicultural yang
nantinya mudah-mudahan bermanfaat.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah Pendidikan
Multikultural
2.
Apakah pengertian Pendidikan Multikultural ?
3.
Bagaimanakah paradigma Pendidikan
Multikultural ?
4.
Bagaimanakah pendekatan
Pendidikan Multikultural ?
5.
Bagaimana pendidikan berbasis Multikultural
?
6.
Bagaimana wacana Pendidikan Multikultural
di Indonesia ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Pembaca
dapat mengambil beberapa tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Sejarah Pendidikan Multikultural
2.
Untuk mengetahui bagaimana pengertian pendidikan multikultural ?
3.
Untuk mengetahui paradigma pendidikan multicultural di indonesia ?
4.
Untuk mengetahui pendekatan pendidikan multicultural di indonesia ?
5.
Untuk mengetahui perkembanagan pendidikan berbasis multikultural ?
6.
Untuk mengetahui sejauh mana wacana pendidikan multikultural di
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Pendidikan Multikultural
Dalam sejarahnya, Pendidikan Multikultural
sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dari ruang kosong, namun ada
interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya.
Banyak lacakan sejarah atau asal-usul
pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial orang Amerika
keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskriminasi
dari lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan Hak Asasi pada Tahun 1960 .
Diantara lembaga yang secara khusus disorot
karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga
pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an suara-suara yang menuntut
lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai
perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh
dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan dibidang pendidikan
dan pekerjaan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari
konseptualisasi Pendidikan Multikultural.
Tahun 1960-an agaknya dianggap sebagai
kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan Pendidikan Multikultural yang
didirikan oleh para peneliti, dan aktivis pendidikan progresif. James Bank
adalah salah satu seorang pioner dari Pendidikan Multikultural. Dia yang
membumikan konsep Pendidikan Multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul Sleeter, Geneva Gay, dan
Sonia Neito yang memberikan wawasan lebih luas soal Pendidikan Multikultural.
Memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan
menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial.
2.2.
Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah sebuah tawaran model pendidikan yang
mengusung ideologi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan
martabat manusia di manapun dia berada dan dari manapun datangnya (secara
ekonomi, sosial, budaya, etnis, bahasa, keyakinan, atau agama, dan negara). Pendidikan
multikultural secara inhern merupakan dambaan semua orang, lantaran
keniscayaannya konsep “memanusiakan manusia”. Pasti manusia yang menyadari
kemanusiaanya dia akan sangat membutuhkan pendidikan model pendidikan
multikultural ini.
Dengan melihat dan memperhatikan
berbagai pengertian pendidikan multikultural, disimpulkan bahwa pendidikan
multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak mengenal sekat-sekat
dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi, pendidikan
multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan pluralitas,
pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan agama.
2.3.
Paradigma
Pendidikan Multikultural
Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis.
Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu
horizontal dan vertikal. Dalam perspektif horizontal, kemajemukan bangsa
Indonesia dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian,
makanan dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukaan
bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi,
pemukiman, pekerjaan dan tingkat sosial budaya.
Kemajemukan adalah ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia,
yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu
maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu
keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Pada satu sisi, kemajemukan masyarakat
memberikan side effect (dampak) secara positif. Namun, pada sisi lain, ia juga
menimbulkan dampak negatif, karena faktor kemajemukan itulah terkadang sering
menimbulkan konflik antarkelompok masyarakat. Pada akhirnya, konflik-konflik
antar kelompok masyarakat tersebut akan melahirkan distabilitas keamanan,
sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan sosial.
Oleh karena itu, diperlukan suatu paradigma baru
yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan
berparadigma multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak
didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas
masyarakat yang beragam, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama.
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai
ciri-ciri:
a)
Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.
b)
Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa,
dan nilai- nilai kelompok etnis
(kultural).
c)
Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan
keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
d)
Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik
yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Menurut M. Khoirul Muqtafa (2004), paradigma multikultural yang marak
didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat
multikultur seperti di Indonesia tampaknya menjadi wacana belaka. Gagasan ini
belum mampu dilaksanakan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dalam tindakan
praksis.
Dalam melaksanakan pendidikan multikultural ini
mesti dikembangkan prinsip solidaritas. Yakni, kesiapan untuk berjuang dan
bergabung dalam perlawanan demi pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya
sendiri. Solidaritas menuntut agar masyarakat melupakan upaya-upaya penguatan
identitas, melainkan menuntut agar berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan
berlaku demikian, kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan
eksistensi diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.
2.4.
Pendekatan
Pendidikan Multikultural
Metode dan
Pendekatan Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum,
biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and approaches) yang
beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah
sebagai berikut:
1.
Metode Kontribusi
Dalam
penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan
mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar
memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan
even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau
pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit
juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event
atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.
Namun
metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan
terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah
subjek inti.
2.
Metode Pengayaan
Materi
pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa
harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan
literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya.
Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai
atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi
pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan
lain-lain.
Metode
ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang
dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang
dominan.
3.
Metode Transformatif
Metode
ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini
memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya,
etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan
perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang
akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode
ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk
memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu.
Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan tertentu
yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini menuntut
pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai
premis dasarnya.
4.
Metode Pembuatan Keputusan dan
Aksi Sosial
Metode
ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat,
yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar
tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga
melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode
ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika
ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah
sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan
pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan
mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban
berpolitik.
Pendekatan-pendekatan
yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai
berikut:
1)
Pendekatan Historis
Pendekatan
ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok
kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka
berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa
sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau
secara kritis dan dinamis.
2)
Pendekatan Sosiologis
Pendekatan
ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah
terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena
dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang
dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode
pengayaan.
3)
Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang
berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang
otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui
mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam.
4)
Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan
secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat
sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang
dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai
melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana
saja yang cocok untuk pembelajar.
5)
Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku
sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi
kalau hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas
kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan
pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat
dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan
estetis.
6)
Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar
untuk tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah
hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan
ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa
perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran
multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup
kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi
di atas, sangat mungkin untuk diterapkan.
2.5.
Pendidikan Berbasis Multikultural
Multikulturalisme
adalah sistem keyakinan dan perilaku yang mengakui dan menghormati kehadiran
semua kelompok yang beragam dalam suatu organisasi atau masyarakat, mengakui
sosial-budaya mereka yang berbeda, dan mendorong dan memungkinkan kontribusi
melanjutkan mereka dalam konteks budaya inklusif yang memberdayakan semua dalam
organisasi atau masyarakat.
Pembelajaran
multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui,
menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan
gender, ras, dan kelas (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural
adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan
tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau
status ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan
strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan
dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap
multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah
sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep
kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas
(Liliweri, 2005). Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah
kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan
saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat.
Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa
agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan
demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, 1993).
Dalam konteks yang luas,
pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis,
dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa,
etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk
mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka
kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek, dimana para
pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung
tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka
di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan
kelompok status sosialnya.
Pembelajaran berbasis
multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan,
kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan
multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju
kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan multikultural
bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran
inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang
berperan bagi kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis
multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat
kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama
dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara
langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan
dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam
mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa
bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat
(Savage & Armstrong, 1996). Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam
upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai
perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap
positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis (Farris & Cooper, 1994).
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural
dapat diidentifikasi:
1.
Untuk memfungsikan peranan
sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam;
2.
Untuk membantu siswa dalam
membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, dan
kelompok keagamaan;
3.
Memberikan ketahanan siswa dengan
cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya;
4.
Untuk membantu peserta didik
dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif
kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995).
Di samping itu, pembelajaran
berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk kebebasan
(Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk:
1.
Membantu siswa atau mahasiswa
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam
demokrasi dan kebebasan masyarakat.
2.
Memajukan kebebasan, kecakapan,
keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi
dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
2.6.
Wacana
Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum
tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati
pendidikan sekalipun. Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru
dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat
indonesia yang heterogen, plural. Pendidikan multikultural yang di kembangkan
di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai
counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda).
Menurut Azyumardi Azra pada level
nasional,berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memakssakan
“monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan raksi balik, yang
mengandung implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang
multikultural.
Penambahan informasi tentang keragaman budaya
merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi
pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Pendidikan multikultural tidak
sekedar merevisi materi pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam
sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai
rekrutmen tenaga pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat
perbaikan ketimpangan struktur terhadap kelompok minoritas.
Pendidikan
multikultural dapat mencakup tiga jenis transformasi:
a)
Transformasi diri.
b) Transformasi sekolah dan proses belajar
mengajar.
c)
Transformasi masyarakat.
Wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan
terus berkembang seperti bola salju (snow ball) yang menggelinding semakin
membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan kita harapkan
adalah, wacana pendidikan multikultural akan dapat diberlakukan dalam dunia
pendidikan di negeri yang multikultural ini.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dengan melihat dan memperhatikan
berbagai pengertian konsep pendidikan multikultural, disimpulkan bahwa
pendidikan multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak mengenal
sekat-sekat dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi,
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan
pluralitas, pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku,
dan agama.
3.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis
berikan adalah dalam “Konsep Pendidikan Multikultural” tidak hanya di pelajari
di kalangan mahasiswa saja akan tetapi semua kalangan masyarakat secara umum
wajib mempelajari dan memahami konsep-konsep pendidikan multikultura yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
·
Musa As’arie. 2004. Konsep
pendidikan Multikultural
·
Sutarno. 2007. Pengetian
pendidikan Multikultural
·
Google.
Browsing search ; Paradigma Pendidikan multicultural, Pendekatan
Pendidikan Multikultural, Wacana Pendidikan Multikultural Di Indonesia, 20013
mas. kok tidak ada link download nya?
ReplyDelete