Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen Filsafat Politik Unika Widya Mandala Surabaya
Tulisan ini ingin mengajukan satu argumen sederhana, bahwa demokrasi
berpijak pada tiga nilai dasar, yakni pengetahuan yang memadai tentang
apa yang sungguh terjadi di masyarakat, otonomi individu sekaligus
otonomi masyarakat di dalam membuat kebijakan-kebijakan publik, serta
kesetaraan antar manusia sebagai subyek hukum yang memiliki harkat dan
martabat yang sama. Argumen ini merupakan pengembangan dari pemikiran
Ros Harrison di dalam bukunya tentang demokrasi yang saya coba dialogkan
dengan situasi Indonesia. Dalam konteks filsafat, pertanyaan kunci di
dalam tulisan ini bisa dirumuskan begini, kondisi-kondisi apakah yang
memungkinkan terciptanya masyarakat demokratis?
Demokrasi, secara harafiah, berarti pemerintahan yang dilakukan
dengan menjadikan rakyat (demos) sebagai pemegang kekuasaan (kratos)
tertinggi. Dalam arti ini, secara formal, demokrasi dapat didefinisikan
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tentu
saja, di dalam negara-negara berpenduduk kecil, demokrasi bisa berjalan
secara langsung, di mana rakyat secara langsung menentukan apa yang baik
untuk dirinya sendiri melalui mekanisme diskusi publik. Namun, di
negara-negara berpenduduk besar, seperti Indonesia, rakyat diwakili oleh
orang-orang yang duduk di dalam perwakilan rakyat, dan mereka inilah
yang memastikan, bahwa seluruh kerja pemerintahan mengacu pada
kepentingan rakyat. Dari sudut pandang ini, menurut saya, demokrasi
mengandaikan nilai-nilai moral tertentu di dalam prakteknya, seperti
nilai kejujuran, keadilan, keterwakilan, dan keberpihakan pada
kepentingan rakyat yang lebih tinggi, dan bukan pada kepentingan
sebagian kecil kelompok ataupun golongan yang ada di masyarakat.
Sejauh pengalaman di Indonesia pasca reformasi 1998 lalu, demokrasi
dilihat dengan hati yang mendua. Di satu sisi, banyak orang memuja
demokrasi sebagai satu-satunya sistem pemerintahan yang paling pas untuk
mengantarkan bangsa Indonesia menuju keadilan dan kemakmuran. Di sisi
lain, banyak juga orang mengutuk demokrasi, karena membiarkan kekacauan
terjadi, atas nama kebebasan berpendapat. Karena banyak kekacauan yang
bersembunyi dibalik adagium kebebasan berpendapat, maka usaha-usaha
konkret untuk sungguh membangun keadilan dan kemakmuran di Indonesia pun
terhambat. Pada level ontologis, yakni pada dirinya sendiri, konsep
demokrasi pun juga sudah mengundang pro dan kontra. Banyak orang
mendukung nilai-nilai dasar demokrasi, seperti kebebasan dan kesetaraan
antar manusia. Namun, banyak juga yang berpendapat, bahwa nilai-nilai
tersebut merusak tata sosial yang telah berabad-abad menyangga
masyarakat manusia.
[1]
Sepanjang sejarah pemikiran manusia, konsep demokrasi pun terus
mengundang perdebatan. Para filsuf politik, mulai dari masa Yunani Kuno
sampai sekarang, tidak memiliki pendapat yang sama, ketika mereka
berbicara soal demokrasi. Seperti dicatat oleh Harrison, Jeremy Bentham,
filsuf utilitarian asal Inggris, setuju dengan ide-ide dasar demokrasi.
[2]
Namun, Jean-Jacques Rousseau, filsuf politik Prancis, menolak konsep
dan penerapan demokrasi, sebagaimana diterapkan di Indonesia sekarang
ini. Baginya, di dalam demokrasi, rakyat harus berpartisipasi langsung,
dan tidak bisa diwakilkan. Perwakilan politik, seperti pada DPR di
Indonesia, hanyalah berujung pada penyelewengan kehendak rakyat. Pada
hemat saya, persis itulah yang sekarang terjadi di Indonesia. Perwakilan
rakyat justru menjadi aktor utama yang menyelewengkan kehendak serta
kepentingan rakyat. Karl Marx, filsuf politik asal Jerman, juga memiliki
versi demokrasinya sendiri, yakni demokrasi yang digerakan oleh
kepentingan kaum pekerja, dan diciptakan melalui revolusi politik dan
perjuangan kelas.
Di masa Yunani Kuno, yang menggunakan demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya, para filsuf pun masih berdebat tentang hakekat
demokrasi, serta cara-cara penerapannya. Cukup untuk diketahui, bahwa
Plato dan Aristoteles, dua filsuf yang paling berpengaruh di masa Yunani
Kuno, tidak setuju menerapkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan.
Bagi Plato, pemimpin dari sebuah masyarakat haruslah seorang filsuf
raja, yakni pimpinan yang hidup untuk mencari apa “yang baik”, dan
menerapkannya di dalam pola pemerintahannya. Lepas dari perdebatan ini,
sekarang ini, di seluruh dunia, demokrasi sudah menjadi semacam
paradigma politik, yakni suatu pandangan yang diakui bersama sebagai
pandangan yang dominan.
[3]
Mengapa ini bisa terjadi? Menurut Harrison, ini terjadi, karena
demokrasi memiliki nilai-nilai dasar yang memiliki aspek universal,
dalam arti diakui oleh cukup banyak orang sebagai nilai-nilai yang baik.
[4]
Pada bagian ini, dengan berpijak pada pemikiran Harrison, saya akan
mencoba menjabarkan nilai-nilai dasar yang menopang paham maupun sistem
politik demokratis.
Nilai pertama sebagaimana dinyatakan oleh Harrison adalah nilai
pengetahuan. Semua kebijakan di dalam masyarakat demokratis haruslah
berpijak pada pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan, dan
diterapkan juga dengan pengetahuan yang menyeluruh tentang konteks yang
ada. Artinya, tidak hanya data yang cocok dengan realitas, tetapi
penerapan kebijakan-kebijakan publik di dalam masyarakat demokratis
harus juga dengan cara-cara yang tepat. Untuk itu, pengetahuan yang bisa
dipertanggungjawabkan amatlah dibutuhkan. Dapat juga dikatakan, menurut
saya, bahwa masyarakat demokratis adalah masyarakat pengetahuan.
Demokrasi tidak dapat berfungsi, jika pengetahuan tidak dikembangkan
melalui penelitian-penelitian yang bermutu. Di sisi lain, pengetahuan
juga harus selalu mempertimbangkan nilai kedua dari demokrasi, yakni
nilai otonomi.
Menurut Harrison, otonomi adalah nilai yang bersifat universal baik.
Dalam arti, manusia, apapun latar belakangnya, adalah manusia yang utuh,
jika ia mampu menjadi tuan atas dirinya sendiri. Dengan demikian,
otonomi adalah nilai yang baik, karena membiarkan manusia mengatur
dirinya sendiri.
[5]
Harrison juga menegaskan, bahwa di dalam masyarakat demokratis, nilai
otonomi, yakni kemampuan manusia untuk mengatur dirinya sendiri, amatlah
penting. Otonomi adalah salah satu nilai dasar dari demokrasi. Tanpa
otonomi, tidak akan ada demokrasi. Pada level individual, orang-orang
yang hidup di alam demokrasi adalah individu-individu yang mengatur
dirinya sendiri, dan siap bertanggung jawab atas keputusan-keputusan
yang diambilnya dalam hidup. Pada level kolektif, masyarakat demokratis
adalah masyarakat yang mengatur dirinya sendiri. “Ide sentral dari
demokrasi,” demikian tulis Harrison, “adalah tata kelola diri sendiri.
Di dalam demokrasi rakyat mengatur dirinya sendiri.”
[6]
Di dalam masyarakat demokratis, ada dua hal yang kiranya amat perlu
diperhatikan di dalam pembuatan kebijakan publik. Yang pertama, tentu
saja, isi dari kebijakan-kebijakan publik yang dibuat. Seperti sudah
disinggung sebelumnya, di dalam masyarakat demokratis, kebijakan publik
haruslah dibuat dengan berpijak pada penelitian-penelitian bermutu yang
telah dilakukan sebelumnya. Yang kedua adalah proses-proses dari
pembuatan kebijakan publik tersebut. Proses tersebut haruslah terbuka
untuk publik, dan dibuat melalui proses diskusi maupun konsultasi dari
masyarakat sekitar, yang terdiri dari orang-orang yang otonom, yakni
mampu mengatur dirinya sendiri. Konsep demokrasi radikal, dimana setiap
orang diajak ikut serta di dalam proses-proses pembuatan kebijakan
publik, berdiri di atas fondasi dasar, bahwa setiap orang adalah manusia
yang otonom, yakni yang mampu membuat keputusan, dan mengontrol dirinya
sendiri, lalu bekerja sama untuk membuat kebijakan-kebijakan publik
yang baik untuk kepentingan bersama.
[7]
Di dalam filsafat politiknya, Hegel sudah melihat adanya masalah
dalam pandangan ini. Baginya, hukum yang ada di masyarakat tidaklah
pernah identik dengan moralitas, yang merupakan pandangan yang berada di
dalam hati individu. Logikanya begini, ketika setiap orang mampu
menentukan dan mengatur dirinya sendiri, maka seringkali apa yang
dipikirkannya tidak identik dengan apa yang terjadi di luar dirinya,
yakni di masyarakat. Moralitas, yang ada di dalam diri manusia, tidak
selalu bisa sejalan dengan hukum yang berlaku di masyarakat. Jika ini
yang terjadi, maka orang menjalankan sesuatu, karena hukum
mengharuskannya, dan bukan karena kehendak dari dalam dirinya. Dengan
kata lain, pada detik orang terlibat dalam hidup sosial, otonominya
terancam, sehingga tidak lagi utuh, melainkan tinggal separuh, karena
ia, mau tidak mau, harus bernegosiasi dengan orang dan situasi
sekitarnya. Pada hemat saya, ini adalah keniscayaan politis, yakni
sesuatu yang tak terelakkan dalam hidup bersama. Oleh karena itu,
menurut saya, pada hakekatnya, demokrasi adalah demokrasi deliberatif,
yakni demokrasi, dimana setiap kebijakan dibangun atas dasar diskusi
rasional antara semua pihak yang berkepentingan dengan kebijakan
tersebut. Dengan pola ini, otonomi setiap individu bisa tetap terjaga,
walaupun memang status mutlaknya tak bisa dipertahankan.
Nilai ketiga yang, menurut Harrison, menjadi fondasi demokrasi adalah
kesetaraan. Menurutnya, di masa Yunani Kuno dulu, “kebebasan dan
kesetaraan adalah ciri utama dari demokrasi.”
[8]
Dengan kata lain, semakin besar kebebasan dan kesetaraan di dalam suatu
masyarakat, maka semakin demokratislah masyarakat tersebut. Di dalam
sejarah perkembangan masyarakat manusia, dorongan untuk menciptakan
masyarakat demokratis amatlah kuat, dan ini terlihat dari semakin
besarnya tuntutan atas kesetaraan di berbagai bidang kehidupan, terutama
bidang politik. “Setiap kekuasaan penerus”, demikian tulis Harrison,
“bertambah sebagai tanda meningkatnya kesetaraan, membuat
kelompok-kelompok yang berbeda masyarakat memiliki kekuatan politik yang
lebih setara.”
[9]
Bersama dengan status pengetahuan yang sahih dan nilai otonomi,
kesetaraan adalah fondasi ketiga dari demokrasi. Dengan kata lain,
ketiga konsep ini adalah kondisi-kondisi kemungkinan bagi terciptanya
demokrasi.
Di sisi lain, menurut Harrison, kesetaraan adalah suatu nilai
politis. Dan sama seperti nilai politis lainnya, makna dari kata
kesetaraan pun terus berubah, dan terus menjadi bagian dari perdebatan
politik di masyarakat. Ada beragam tafsiran tentang apa makna
sesungguhnya dari kesetaraan. Semua tafsiran tersebut mengklaim, bahwa
mereka adalah fondasi yang terpenting dari demokrasi. Sebagaimana
dinyatakan oleh Harrison, kesetaraan memungkinkan terciptanya demokrasi,
dan demokrasi, pada akhirnya, juga memperbesar atmosfer kesetaraan di
masyarakat. Pertanyaan yang cukup penting disini adalah, apakah benar,
bahwa kesetaraan akan meningkatkan kualitas demokrasi di masyarakat,
dan, dengan demikian, meningkatkan keadilan, kemakmuran, serta
kecerdasan masyarakat? Dan yang lebih mendasar dari itu adalah, apakah
kesetaraan di dalam realitas kehidupan sosial politik itu mungkin?
Inilah dua pertanyaan yang, pada hemat saya, perlu untuk didalami dan
ditanggapi lebih jauh.
Satu hal yang membedakan demokrasi dengan sistem pemerintahannya
lainnya, seperti teokrasi, oligarki, ataupun monarki, adalah
perlakuannya yang melihat semua warganya sebagai subyek-subyek hukum
yang setara, yang memiliki harkat maupun martabat yang sama.
Bagaimanapun juga, seperti dinyatakan oleh Harrison, demokrasi adalah
“pemerintahan oleh semua, yang jelas bertentangan dengan pemerintahan
oleh satu orang (monarki), ataupun pemerintahan oleh beberapa orang
(oligarki).”
[10]
Dengan kata lain, ketika kita berbicara tentang demokrasi, konsep
kesetaraan antar manusia sebagai subyek hukum yang memiliki harkat dan
martabat yang sama sudah selalu terkandung di dalamnya. “Tidak lagi, itu
dapat dipikirkan, dapat dan perlu dikatakan,” demikian tulis Harrison,
“kesetaraan secara praktis ikut dari makna kata tersebut
(demokrasi-Reza).”
[11]
Namun, ada masalah dalam ide ini. Secara konseptual, kita bisa
langsung menerima, bahwa kesetaraan adalah ide dasar dari demokrasi,
bahkan sudah inheren di dalam konsep demokrasi itu sendiri. Namun, di
level penerapan, demokrasi pada akhirnya menjelma menjadi voting, dan
suara terbanyaklah yang menentukan keputusan tertinggi. Dengan kata
lain, demokrasi berakhir pada dominasi suara mayoritas atas suara
minoritas. Hal ini tidak terelakkan, karena prosedur demokrasi niscaya
akan mengantarkan seluruh proses pembuatan keputusan pada situasi
semacam itu. Dalam arti ini, dapatlah dikatakan, bahwa demokrasi tidak
mendorong terciptanya kesetaraan, melainkan sebaliknya, yakni demokrasi
justru menciptakan kesenjangan antara kepentingan mayoritas dan
kepentingan minoritas. Inilah yang kerap kali disebut dengan demokrasi
sebagai tirani mayoritas.
Menurut saya, lepas dari segala kekurangannya, demokrasi tetap
merupakan bentuk pemerintahan yang terbaik di antara berbagai bentuk
pemerintahan lainnya yang lebih buruk. Ini terjadi, karena demokrasi
memiliki mekanisme pengecekan kekuasaan yang paling tinggi, sehingga
tidak ada satu pun kekuasaan yang bisa diselewengkan untuk waktu yang
lama. Dengan mekanisme pengecekan ini, proses-proses yang adil untuk
mendirikan masyarakat yang cerdas, adil, dan makmur bisa dipastikan
berjalan. Ini tentu saja mengandaikan, bahwa proses-proses demokrasi,
dengan nilai-nilai dasarnya, seperti pengetahuan yang mencukupi,
kesetaraan, dan otonomi warga negara, cukup kuat tertanam di masyarakat.
[1] Untuk selanjutnya, saya terinspirasi uraian dari Harrison, Ros, Democracy, Routledge, London, 1993, hal. 217. “Democracy
has been seen to be good for reasons and also bad for reasons. Indeed
the same kind of value, such as equality or liberty, has been found at
different times to be ranked on both sides of the evaluation, counting
both for and against democracy.”
[2] Ibid, hal. 132. “In
the first chapter it was remarked that throughout most of human history
democracy has not been thought to be of value. Even the selected group
of philosophers discussed in the succeeding historical chapters turned
out to be equivocal about it. Bentham approved of it, at least towards
the end of his life.”
[3] Wattimena, Reza A.A., (ed), Filsafat Politik untuk Indonesia, Pustakamas, Surabaya, 2012.
[4] Harrison, Ros, Democracy, …., hal. 132. “So,
as we now move to the present, and to the second, more analytical, part
of this book, the chief task is to find out whether this near universal
agreement about the goodness of democracy is justified. In so doing, we
want to find out not so much whether democracy is of value but rather
why it is. For even if we all agree that our ancestors were wrong and
that we, by contrast, are right, we do not agree why they were wrong or
why we are right. We must therefore now investigate the foundations of
this supposedly valuable thing, democracy. If we can discover why it is
of value, we should also discover what its actual value is.”
[5] Ibid, hal. 162. “I
say that autonomy is a natural moral value, because it is normally
thought to be a good thing for people to have control of their own
lives.”
[6] Ibid, “Yet the central idea of democracy is also self-rule. In democracy the people rule themselves.”
[7] Wattimena, Reza A.A., Melampaui Negara Hukum Klasik, Kanisius, Yogyakarta, 2007.
[8] Harrison, Ros, Democracy, …., hal. 177. “Ever since the Greeks, liberty and equality have been taken to be the central marks of democracy.”
[9] Ibid, Each
successive increase of the franchise marked a growth of equality,
rendering different groups of society more equal in their political
power.”
[10] Ibid, hal. 178. “The very name suggests that it, is the rule by everyone, as opposed to rule by one person (monarchy) or by a few (oligarchy).”
[11]
Ibid, “No more, it might be thought, needs to be said; equality practically follows from the very meaning of the term.”
Sumber (https://rumahfilsafat.com/2012/07/21/nilai-nilai-dasar-demokrasi-sebuah-telaah-filosofis/)
Demokrasi menurut Para Ahli
Demokrasi memiliki banyak pengertian yang luas, yang memiliki arti
berbeda-beda yang di kemukakan oleh para ahli yang memberikan pengertian
demokrasi yang di lihat dari berbagai macam sumber ilmu pengetahuan
yang kemudian akan dirangkum menjadi arti luas mengenai demokrasi
Berikut adalah pengertian dari demokrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah :
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menurut KBBI, Demokrasi memiliki 2 arti, yaitu :
- Demokrasi merupakan suatu bentuk atau sistem pemerintahan dimana
seluruh rakyatnya ikut serta dalam memerintah, yaitu melalui perantara
wakil-wakil terpilih mereka.
- Demokrasi merupakan suatu gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama bagi
semua warga negaranya.
2. Menurut Abraham Lincoln
Dalam pidato Gettyburgnya, Presiden Amerika Serikat yang ke-16
Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa rakyat merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu pemerintahan, dimana
masing-masing dari mereka memiliki hak dalam memperoleh kesempatan serta
hak dalam bersuara yang sama dalam upaya mengatur kebijakan
pemerintahan. Dalam sitem ini, keputusan diambil berdasarkan hasil suara
terbanyak.
3. Menurut H. Harris Soche (Yogyakarta : Hanindita, 1985)
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan rakyat. Artinya rakyat
atau orang banyak merupakan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan.
Mereka memiliki hak untuk mengatur, mempertahankan, serta melindungi
diri mereka dari adanya paksaan dari wakil-wakil mereka, yaitu
orang-orang atau badan yang diserahi wewenang untuk memerintah.
4. Menurut Hannry B. Mayo
Dalam demokrasi suatu kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang secara efektif diawasi oleh rakyat
melalui berbagai macam pemilihan yang dilakukan berdasarkan pada prinsip
kesamaan politik serta diselenggarakan dalam suasana dimana kebebasan
politik terjadi.
5. Menurut Charles Costello
Dalam kontek kontemporer, demokrasi merupakan suatu sistem sosial
serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah
yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam melindungi hak-hak
individu warga negara.
Dalam demokrasi, terdapat pengakuan terhadap kehendak rakyat yang
dijadikan sebagai landasan dalam legitimasi serta kewenangan
pemerintahan (kedaulatan rakyat). Kehendak tersebut nantinya akan
dituangkan dalam suatu iklim politik terbuka, yaitu dengan melaksanakan
pemilihan umum yang diadakan secara bebas dan berkala. Tiap-tiap warga
negara memiliki hak untuk memilih pihak-pihak yang akan memerintah serta
juga dapat menurunkan pemerintahan yang sedang berjalan kapanpun mereka
mau.
6. Menurut John L Esposito
Pada dasarnya, demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dari
rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu, rakyat memiliki hak untuk ikut
berpartisipasi, baik berperan aktif maupun pada saat melakukan
pengontrolan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Selain daripada itu, dalam lembaga resmi pemerintahan
terdapat pemisahan berbagai macam unsur seperti unsur eksekutif,
legislatif, maupun unsut yudikatif secara jelas.
7. Menurut Hans Kelsen
Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Dalam
hal ini, wakil-wakil rakyat yang terpilih merupakan pelaksana kekuasaan
negara, dimana rakyat telah memiliki keyakinan bahwa segala kehendak
serta kepentingan mereka akan selalu diperhatikan dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
8. Menurut Sidney Hook
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan penting pemerintah baik secara langsung maupun tidak
langsung berdasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan rakyat
yang telah berusia dewasa secara bebas.
9. Menurut C.F. Strong
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana kebanyakan dari
anggota dewan yang berasal dari masyarakat turut serta dalam kegiatan
politik yang berdasarkan pada sistem perwakilan, dimana pada akhirnya
pemerintah dapat menjamin serta mempertanggungjawabkan segala
tindakannya pada mayoritas tersebut.
10. Menurut Meriam, Webster Dictionary
Demokrasi dapat didefisikan sebagai :
- suatu pemerintahan oleh rakyat, terutama kedaulatan mayoritas
- Suatu pemerintahan dimana kekuasaan yang tertinggi dipegang oleh
rakyat, yang secara langsung maupun tidak langsung pelaksanaannya
dilakukan oleh mereka melalui sistem perwakilan yang dilakukan dengan
cara mengadakan pemilihan umum secara berkala.
11. Menurut Samuel Hutington
Demokrasi akan tercipta apabila para pemberi keputusan yang kuat
dalam suatu sistem pemerintahan dipilih melalui suatu proses pemilihan
umum yang jujur dan adil secara berkala. Di dalam sistem tersebut, para
kandidat atau calon pemimpin bebas untuk melakukan persaingan guna
memperolah suara. Selain itu, negara yang telah berusia dewasa berhak
untuk memberikan suara dalam sistem tersebut.
12. Menurut International Commission of Journalist
Demokrasi merupakan suatu bentuk sistem pemerintahan dimana warga
negara memiliki hak untuk ikut membuat keputusan-keputusan politik
melalui wakil-wakil rakyat yang mereka pilih dan yang bertanggung jawab
kepada mereka melalui sebuah pemilihan yang bebas.
13. Menurut Yusuf Al Qordhawi
Warga masyarakat dapat menunjuk seseorang untuk mengurus maupun
mengatur segala urusan mereka melalui suatu wadah yang dinamakan
demokrasi. Dalam kondisi tersebut, ada beberapa hal yang harus mereka
perhatikan, seperti :
- Pemimpin bukanlah orang yang dibenci oleh masyarakat
- Peraturan-peraturan yang berlaku bukanlah merupakan peraturan yang tidak mereka kehendaki
- Masyarakat berhak untuk meminta pertanggungjawaban kepada pemimpin atau wakil yang mereka pilih apabila bersalah.
- Masyarakat juga memiliki hak untuk memecat atau menurunkan para
pemimpin atau wakil terpilih apabila terbukti melakukan penyelewengan.
- Masyarakat tidak boleh dibawa dalam suatu sistem pemerintahan yang
tidak mereka kenal dan mereka sukai, baik itu dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya, serta politik.
14. Menurut Abdul Ghani Ar Rahhal
Dalam bukunya yang berjudul Al Islamiyyin wa Sarah Ad Dimuqrathiyya, Abdul
Ghani Ar Rahhal menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk
kekuasaan rakyat oleh rakyat.dengan kata lain rakyat adalah sumber
kekuasaan. Beliau juga menyakan bahwa plato adalah orang yang pertama
kali mengungkapkan tentang teori demokrasi, dimana sumber kekuasaan
adalah keinginan yang satu dan bukan majemuk. Seorang penulis lain
bernama Muhammad Quthb dalam bukunya yang berjudul Madzahib Fikriyyah
Mu’ashirah juga menyatakan hal yang sama tentang definisi demokrasi.
15. Menurut Affan Gaffar
Terdapat 2 makna demokrasi menurut Affan Gaffar, yaitu :
- Demokrasi yang secara ideal ingin diwujudkan oleh negara yang disebut sebagai demikrasi normatif
- Demokrasi yang terwujud dalam dunia politik yang disebut sebagai demokrasi empirik.
16. Menurut Amien Rais
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu negara
disebut sebagai negara demokrasi. Kriteria tersebut antara lain adalah :
- Keikutsertaan dalam pembuatan keputusan
- Memiliki kesamaan di hadapan hukum
- Pendistribusian pendapat yang dilakukan secara adil
- Memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan
- Ketersediaan serta keterbukaan informasi
- Memperhatikan atau mengindahkan fatsoen atau tata krama politik.
- Kebebasan perorangan atau individu
- Semangat untuk bekerja sama
- Adanya hak untuk melakukan protes
Terdapat 4 macam kebebasan, yakni :
- Kebebasan dalam berpendapat
- Kebebasan dalam persuratkabaran
- Kebebasan dalam berkumpul atau berorganisasi
- Kebebasan dalam beragama.
17. Menurut Robert A Dahl
Idealnya, suatu sistem demokrasi harus memiliki :
- Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang bersifat mengikat.
- Adanya partisipasi yang efektif. Artinya semua warga negara memiliki
kesempatan yang sama dalam proses pembuatan keputusan yang dilakukan
secara kolektif.
- Pembeberan kebenaran, yaitu adanya kesamaan peluang bagi setiap
warga negara dalam rangka memberikan penilaian terhadap jalannya proses
politik serta pemerintahan secara logis.
- Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya eksklusif bagi
masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus maupn tidak harus
diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan
kekuasaan tersebut kepada orang lain atau lembaga-lembaga yang dapat
mewakili mereka
- Pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasaterkait dengan hukum.
18. Menurut Abdul Wadud Nashruddin
Demokrasi merupakan suatu sistem kehidupan dimana pendapat rakyat
ditempatkan sebagai prioritas utama dalam mengambil kebijakan-kebijakan.
Pendapat tersebut harus memenuhi beberapa kriteria seperti :
- Agama
- Susila
- Hukum
- Semangat untuk menjunjung kemaslahatan bersama.
Suara atau pendapat dari rakyat harus disertai dengan adanya rasa
tanggung jawab. Adanya komitmen positif atas pelaksanaannya harus
melalui tahap evaluasi secara kontinyu agar sesuai dengan kebutuhan
bersama. Selain sebagai alat politik, demokrasi juga bertindak sebagai
alat pembentuk aspek-aspek tata masyarakat lainnya seperti aspek
ekonomi, aspek sosial, maupn aspek budaya. Hanya masyarakat yang mampu
bertanggung jawab serta faham terkait dengan pendapat yang mereka
sampaikan baik secara keilmuan, syar’i, maupun sosial.
19. Menurut Sumarno AP dan Yeni R. Lukiswara
Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, serta kratos
atau cratein yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi dapat diartikan
sebagai pemerintahan oleh rakyat. Dalam Declaration of Independent,
demokrasi berarti of the people, for the people, and by the people.
20. Menurut Joseph A. Schumpeter
Suatu sistem politik bisa dikatakan bersifat demokratis apabila para
pengambil keputusan kolektifnya yang terkuat dipilih melalui suatu
pemilihan umum yang dilakukan secara berkala yang di dalamnya terdapat
hak bagi manusia dewasa untuk memilih. Sebuah demokrasi mencakup 2 hal,
yaitu persaingan dan partisipasi.
21. Menurut Ranny
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana penataan serta
pengorganisasiannya dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
- Kedaulatan rakyat (popular soveragnity)
- Kesamaan politik (political equality)
- Konsultasi atau dialog dengan masyarakat (political consultation)
- Aturan mayoritas
22. Menurut Philippe C. Schmitter
Demokrasi merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa suatu negara
supaya tanggap terhadap kebutuhan maupun kepentingan warganya, dimana
mereka harus ikut berpartisipasi dalam merumuskan kebutuhan serta
mengungkapkan kepentingan-kepenting secara aktif dan bebas. Tidak hanya
harus berpengertian jelas, tetapi harus memiliki berbagai sumber serta
keinginan untuk melibatkan dirnya dalam perjuangan politik yang
diperlukan agar preferensi mereka nantinya menjadi suatu bahan
pertimbangan bagi para penguasa atau juga dengan berusaha menduduki
jabatan di pemerintahan.
23. Menurut Sarjen
Tiap-tiap sistem demokrasi selalu didasarkan pada ide-ide bahwa
negara harus terlibat dalam berbagai macam hal tertentu baik secara
langsung maupun melalui wakil-wakil yang telah mereka pilih di dewan
perwakilan di bidang pembuatan keputusan-keputusan politik.
Demokrasi Menurut Segi Pandang Rakyat
Demokrasi merupakan suara atau pendapat dari rakyat ke rakyat
sehingga demokrasi dapat diartikan sendiri oleh rakyat yang menurut
pandangan rakyat yang memiliki arti luas yang di ungkapkan melalui suara
rakyat terhadap pemerintah atau lembaga negara lainnya.
Jika dipandang dari segi pertisipasi yang diberikan oleh rakyat, demokrasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Demokrasi langsung (Direct Democracy)
Merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana sebagai warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas, rakyat secara langsung ikut
serta dalam pembuatan keputusan politik di negara tersebut.
2. Demokrasi Tidak langsung (Indirect Democracy)
Merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana peran rakyat dalam
pembuatan keputusan politik di negara tersebut dilakukan oleh
orang-orang yang telah dipilih rakyat itu sendiri sebagai wakil mereka
melalui pemilihan umum. Dengan kata lain, kekuasaan untuk pembuatan
keputusan dilimpahkan atau diwakilkan kepada orang-orang yang telah
dipilihnya melalui pemilihan umum.
Dalam perkembangannya, demokrasi merupakan suatu tatanan dalam
pemerintahan yang hampir dipakai oleh seluruh negara-negara di dunia
ini. Adapun ciri-ciri dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi
antara lain adalah :
- Dalam pengambilan keputusan politik, secara langsung maupun tidak langsung rakyat ikut terlibat di dalamnya.
- Negara mengakui, menghargai, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Semua warga negara (rakyat) memiliki persamaan hak dalam segala bidang.
- Dalam rangka menegakkan hukum dalam pemerintahan, maka dibentuklah
lembaga-lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen.
- Adanya pengakuan kebebasan serta kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi serta mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Untuk memilih wakil rakyat yang duduk di Lembaga perwakilan rakyat,
maka diadalaka pemilihan umum yang dilakukan secara periodik.
- Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil untuk menentukan
atau memilih pemimpin negara, pemerintahan, serta anggota lembaga
perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan baik itu suku, agama, golongan, dan lain sebagainya.
Bentuk-Bentuk Demokrasi
Terdapat beberapa bentuk dari demokrasi, dimana masing-masing
memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk tersebut adalah :
Sistem demokrasi parlementer yang dianut oleh suatu negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Kekuasaan legislatif secara kontinyu dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah serta jalannya pemerintahan tersebut.
Melalui mosi tidak percaya, Dewan Perwakilan Rakyat bisa kapan saja menjatuhkan pemerintah.
Contoh negara yang menganut sistem demokrasi perlementer adalah negara Inggris.
Prinsip dan Asas Pokok Demokrasi
Demokrasi juga memiliki beberapa prinsip dan asas pokok demokrasi
yang ikut peran membantu berjalannyan demokrasi dengan baik sesuai
dengan aturan undang-undang serta hukum yang berlaku.
Berikut adalah penjelasan mengenai prinsip demokrasi dan asas pokok demokrasi :
Menurut Almadudi, prinsip-prinsip demokrasi adalah :
- Adanya kedaulatan rakyat
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah (rakyat)
- Kekuasaan mayoritas
- Hak-hak minoritas
- Adanya jaminan hak asasi manusia
- Pemilihan yang bebas, adil dan jujur
- Persamaan di depan hukum
- Proses hukum yang wajar
- Pembatasan pemerintah secara konstitusional
- pluralisme sosial, ekonomi, dan politik
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat
(Sumber : https://guruppkn.com/pengertian-demokrasi)