Kepulauan
Indonesia terbentang antara dua benua dan dua samudera. Masing-masing
ialah benua Asia dan Australia serta samudera Hindia dan Pasifik. Letak
demikian merupakan jembatan yang sangat strategis bagi perhubungan
internasional, baik pada masa dahulu maupun pada masa sekarang. Tambahan
pula letak geografis Indonesia terdapat di daerah khatulistiwa,
sehingga apabila dilihat dari keadaan iklim daerah kepulauan ini dari
tahun ke tahun selalu dapat dilalui oleh alat transpor air. Itulah salah
satu faktor yang memungkinkan lancarnya perhubungan antara Indonesia
sebagai daerah kepulauan dengan negara-negara India dan Cina. Kedua
negara yang disebut terakhir itu merupakan negara-negara besar di
kawasan ini padaa permulaan tarikh Masehi.
Sejak
zaman prasejarah, para ahli sejarah menggambarkan bahwa penduduk
kepulauan Indonesia memiliki sifat-sifat dan semangat berlayar. Mereka
mampu mengarungi lautan lepas dengan mempergunakan perahu lesung
bercadik, alat transportasi di laut pada waktu itu. Hubungan antara
pulau dan hubungan dengan daerah pedalaman serta hubungan dengan daerah
luar, menggunakan perahu lesung bercadik yang dianggap sebagai alat yang
paling praktis dan khas bagi bangsa Indonesia pada masa yang telah
silam.
Terdapatnya
hubungan antarpulau dan hubungan dengan dunia luar ada kecenderungan
merupakan hubungan perdagangan. Pada khususnya perdagangan itu terjadi
karena pertukaran antara berbagai hasil daerah. Demikian pula
perdagangan dalam masa ini sudah barang tentu tidak dapat diartikan
sebagai perdagangan seperti kita kenal sekarang ini. Perdagangan pada
waktu itu dapat diartikan bagai pertukaran barang dengan barang yang
disebut inatura.
Hubungan
dagang antarpulau lambat laun berkembang menjadi perdagangan yang lebih
luas. Di atas telah dikemukakan, bahwa hubungan antara Indonesia dengan
India dan Cina telah berkembang sejak permulaan tarikh Masehi. Salah
seorang sarjana Belanda bernama J.C. Van Leur mengemukakan pendapatnya
bahwa perdagangan itu telah terjadi dengan dunia luar terlebih dahulu
dengan negeri India. Barulah kemudian menyusul dengan negeri Cina.
Anggapan
tersebut di atas tidak disertai angka-angka tahun yang pasti, kapan
hubungan itu dimulai. Hal tersebut disebabkan karena sumber-sumber yang memberikan keterangan jelas tidak ada. Bahan-bahan keterangan yang didapat hanya berupa buku-buku sastra.
Beberapa
buku sastra India dan buku-buku lainnya mengungkapkan keterangan yang
samar-samar tentang negeri ini. Bahan-bahan tersebut berasal dari
sekitar abad ke-2 Masehi, yang antara lain sebagai berikut:
1. Buku Jataka
Kitab
ini ditulis oleh penulis India dan berisi ceritera yang menggambarkan
tentang kehidupan sang Buddha. Di dalamnya disebutkan nama-nama negeri
antara lain sebuah negeri bernama Suvannabhumi. Dalam bahasa Indonesia nama tersebut berarti negeri emas. Dari nama itu ada pula yang menafsirkan letaknya di sebelah timur teluk Benggala. Lalu kita dapat mengira, apakah nama Suvannabhumi itu identik dengan nama Suwarnabhumi. Hal itu tidak jelas, sedangkan orang sering beranggapan, bahwa Suwarnabhumi sama dengan pulau Sumatera.
2. Buku Ramayana
Buku ini pun ditulis oleh pujangga India, bernama Walmiki. Isinya menceritakan tcntang kisah Rama dan Dewi Shinta. Di dalamnya menyebutkan dua nama tempat, yaitu Jawadwipa dan Suwarnadwipa. Jawadwipa berarti pulaii Jawa, sedangkan Suwarnadwipa berarti pulau Sumatera.
3. Buku Perinlous tes Erythras Thalasses
Buku ini berasal dari penulis Yunani. Isinya pedoman tentang geografis pe1ayaran di daerah Samudera Hindia. Di antaranya disebutkan salah satu tempat bernama Chryse. Nama itu berarti emas, yang sering dihubungkan oleh para penulis sekarang dengan nama Suwarnabhumi atau Suwarnadwipa.
4. Buku Geograophike Hypegesis
Penulis buku ini juga seorang bangsa Yunani di Iskandariah bernama Claudius Ptolomeus. Isi buku tersebut sebuah petunjuk tentang membuat peta. Di dalamnya ditemukan nama-nama tempat seperti: Argryre Chora (= negeri perak), Chryse Chora (= negeri emas) dan Chryse Chersonesos (= semenanjung emas). Selain tempat-tempat tersebut ditemukan pula dalam buku itu nama labadiou (= pulau jelai). Para ahli sejarah sering menghubungkan nama labadiou dengan Jawadwipa, yakni pulau Jawa.
Dari
keterangan tersebut di atas, baik dari para penulis India maupun dari
para penulis lainnya, nama-nama tempat di kawasan bumi belahan ini, ada
yang pasti dan ada pula yang samar-samar, kenyataannya telah terdaftar
sebagai catatan geografis. Keterangan itu sudah barang tentu mereka
dapatkan dari para pedagang yang mengadakan pelayaran dan mereka telah
berlayar mengarungi belahan bumi ini.
Menurut
sejarahwan Belanda, J.C. Van Leur, barang-barang yang diperdagangkan
dalam pasaran internasional di Asia Tenggara pada waktu itu ialah
barang-barang bernilai. tinggi, seperti: logam mulia (emas dan perak),
perhiasan, barang tenunan, barang pecah belah dan berbagai barang
kerajinan, wangi-wangian serta obat-obatan.
Selanjutnya
kita lihat sejenak bagaimana keterangan yang bersumber dari negeri
Cina. Menurut perkiraan hubungan Indonesia dengan Cina pada masa itu
merupakan hubungan langsung antara kedua negara. Atau dapat pula
hubungan itu merupakan pelayaran yang lebih luas antara Asia Barat
dengan Cina. Menurut O.W. Wolter, pelayaran dagang melalui perairan laut
Cina Selatan pertama kali terjadi pada kurun waktu antara abad ke-3
dan ke-5 tarikh Masehi. Kendatipun demikian bukti-bukti yang pasti
menunjukkan bahwa pelayaran itu mulai terjadi pada permulaan abad ke-5.
Hal itu dapat diikuti dalam uraian berikut:
a) Perjalanan Fa Hien
Fa
Hien adalah seorang pendeta agama Buddha. Ia berlayar mengarungi
perairan Asia Tenggara sepulangnya dari tempat suci agama Buddha di
India. Pengalaman yang diperoleh dalam perjalanannya itu ia catat dan
kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku yang diberi judul: "A Record of the Buddhist Religion as practised in Indiaa and the Malay archipelago".
Dalam
catatannya ia katakan, bahwa kapal layarnya terdampar di sebuah pulau
bernama ja-ra-di (= Jawadwipa) atau pulau Jawa. Ditambahkannya pula
bahwa penduduk setempat banyak yang menganut agama Brahma dan beberapa orang memeluk agama Buddha. Selain dari itu banyak orang memeluk agama berhala.
b) Perjalanan Gunawarman
Gunawarman
adalah seorang pendeta Buddha. Ia mengadakan pelayaran langsung dari
Indonesia ke negeri Cina. Menurut keterangan yang bersumber kepada
berita Cina, Gunawarman bertolak dari sebuah tempat yang disebut Che-po. Nama tersebut sering diidentikkan dengan pulau Jawa.
Menurut
O.W. Wolter, hubungan yang terjadi antara Indonesia dengan Cina
tidaklah selalu dalam hubungan dagang. Tetapi juga hubungan tersebut
terjadi dalam hal yang bersifat keagamaan. Hal itu terbukti seperti
kemukakan dalam salah satu surat yang disampaikan kepada kaisar Cina
yang isinya berupa penghargaan kepadanya. Penghargaan itu berisikan
pujian karena kaisar telah berjasa dalam pengembangan agama Buddha.
Dari
uraian di atas dapat ditegaskan, bahwa sebelum abad ke-5 bangsa
Indonesia telah memasuki percaturan dunia perdagangan dengan bangsa Cina
di daratan Asia. Adapun barang-barang yang diperdagangkan antara lain
berupa: kemenyan, kayu cendana, kapur barus, rempah-rempah,
bermacam-macam hasil kerajinan dan binatang.
No comments:
Post a Comment