Plagiat
Mencuri gagasan, kata-kata, kalimat atau hasil penelitian orang lain dan
menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri. Plagiat atau Penjiplakan
hampir menjadi bagian yang tidak dapat di pisahkan dalam penulisan Skripsi1,
Tesis, karya ilmiah dan artikel - artikel. Menurut Prof. Dr. Ir. Sardy.
S, menyebutkan Plagiat adalah tindak pengambilan, pencurian, dan “peminjaman”
pendapat, ide, pemikiran, kata, kalimat, karangan orang lain, dengan
menjadikan sebagai milik sendiri. Dan berdasarkan data guru yang ketahuan
melakukan plagiasi mencapai 1.082 guru, tentunya itu merupakan angka yang yang
tidak sedikit. Modus para guru menggunakan dokumen palsu adalah agar dapat
dikategorikan “guru professional ”2.
Maka semestinya, seorang tenaga pendidik misalnya, sudah seharusnya
untuk menghindari diri dari penjiplakan, karena penjiplakan adalah salah satu
kejahatan akademik yang serius dan juga melawan hukum3. Namun sangat
disayangkan, tindakan penjiplakan itu sendiri makin hari makin marak
terjadi dan pelakunya bukan hanya berasal dari kalangan pelajar atau
mahasiswa akan tetapi pelaku plagiat tersebut telah merambah pada dunia dosen,
pengajar, guru besar dan calon guru besar dengan berbagai modus4.
Secara tidak sadar, upaya – upaya plagiat adalah sebagai bukti nyata
ketidakmampuan seseorang penulis/pengarang dalam pembuatan; Skripsi,
Tesis, Artikel, karya ilmiah, opini dan fiksi, sehingga demi memenuhi tujuan
akhir apakah dalam hal mengejar kepangkatan atau karya ilmiah lainnya, maka si “plagiarisme”
akan mengunakan berbagai cara yang menurutnya benar untuk menyelesaikan karya
ilmiahnya. Sehingga para ahli penjiplak tersebut tidak lagi menggunakan
pemikiran - pemikiran meraka secara maksimal dalam membuat tulisannya.
Ketidakmampuan, kurangnya minat baca dan kejar target untuk mendapatkan
financial, maka untuk menjawab tuntutan tersebut, penjiplakan adalah
salah satu jalan keluar khususnya bagi si “plagiarisme” dan orang tersebut akan
terus melakukan penjiplakan dalam karya tulis nya, maka secara nyata tulisan
yang di publikasikan dan atau di buat dalam bentuk skripsi, tesis dan
presentasi tidak dapat di pertanggung jawabkan isinya.
Plagiatisme atau penjiplakan hasil karya orang lain masih menjadi
persoalan serius, dari beberapa diskusi – diskusi dengan para penulis – penulis
dan salah satunya dengan wartawan senior Koran Kompas, mereka mengatakan untuk
menentukan bahwa sebuah tulisan tersebut adalah benar – benar karya si Penulis
atau tulisan tersebut masuk dalam katagori hasil penjiplakan, bukan hal mudah
untuk kita beri penilaian. Tulisan atau artikel tersebut baru dapat kita lihat
apakah betul pemikiran penulis sendiri atau hasil penjiplakan dapat di lihat
dalam bahasa si penulis itu sendiri.
Pada sisi lain, “Plagiatisme di sector akademik saat ini sudah menjadi
bagian dari budaya yang menjadi penyakit sosial atau patologi sosial,” sehingga
pihak yang mengetahui bahwa tulisan tersebut asli atau plagiat hanya penulis
yang bersangkutan atau saksi korban plagiatisme itu sendiri. Namun demi mengejar
kepangkatan misalnya, maka baik plagiatisme atau saksi korban plagiatisme tidak
akan mempersoalkan penjipkan tersebut, hal ini yang menyebabkan plagiatisme
makin subur di kalangan khusus nya para guru – guru atau pihak – pihak lain
untuk mengejar kepangkatannya.
Sejak Indonesia merdeka, karya ilmiah seseorang khususnya di dunia
pendidik adalah suatu hal yang wajib dan merupakan bukti keilmuan seseorang.
Dunia pendidikan memperkenalkan dunia riset, yang berunsurkan analisa dan data.
Dalam melakukan riset, tidak hanya mengamati dan mendata, tetapi terdapat pula
usaha pengembangan data. Pengembangan inilah yang menjadi suatu inovasi dan
memunculkan hal baru, baik berupa gagasan maupun teori.
Tetapi dalam penulisan karya ilmiah, tak jarang terjadi suatu tindakan
dimana ide-ide yang dituang dalam karya ilmiah bukan merupakan hasil riset yang
telah dilaksanakan. Pembuatan karya tulis ilmiah dalam dunia akademik merupakan
suatu bukti kompetensi seorang pengajar. Sehingga mengutip karya tulis atau ide
orang lain menjadi salah satu jalan pintas peletakan ide, konsep maupun analisa
dalam karya tulis ilmiah. Disinilah sering terjadi suatu permasalahan manakala
kutipan yang diambil dari suatu karya tertentu tidak memberikan penjelasan asal
ide tersebut. Hal ini yang kemudian dikenal dengan sebutan tindakan plagiat5.
Maka secara hukum dalam Pasal 3 ayat (1) UU nomor 19 Tahun 2002
tentang hak cipta (UU HC), hak cipta dinyatakan sebagai benda bergerak. Maka
hak cipta dapat dimiliki dan dialihkan sebagaimana hak milik. Pada dasarnya
tulisan merupakan benda yang tak bertubuh maka penyerahannya dilakukan dengan
penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik dan hal ini juga telah di
atur dalam Kitab Hukum Perdata6. Yang dengan jelas bahwa penyerahan
tulisan tersebut kepada orang lain atau ditulis ulang dalam bentuk lain harus
mencantumkan nama pemilik tulisan, yang dengan kata lain harus mencantumkan
nama penulis atau pengarang karya tulis tersebut. Fakta dilapangan banyak
ditemukan khususnya dalam karya ilmiah, sangat jarang ditemukan penulis
mencantumkan nama pemilik tulisan, sumber7.
Sebagai rujukan dalam membuat karya ilmiah atau membantu membuat karya
ilmiah, kita harus memperhatikan pasal 2 ayat (1) Undang Undang Hak Cipta,
yang mana telah diterangkan tentang definisi hak cipta secara khusus yang
isinya bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka sebagaimana yang telah
di uraikan di atas, yang mana pada pasal 3 ayat (2) Undang – Undang Hak Cipta,
dijelaskan mengenai macam-macam cara pengalihan hak cipta dan kemudian
dijelaskan lebih terperinci dalam Pasal 12 UUHC menyangkut hak cipta mana saja
yang di lindungi oleh hukum.
Tindakan Pencegahan Plagiat
Upaya pencegahan plagiat pada karya tulis ilmiah, tesis atau skripsi
sangat ditentukan oleh para penilai/penguji itu sendiri, namun salah satunya
upaya tersebut adalah dengan melakukan pengetatan pemeriksaan hasil karya tulis
yang diajukan oleh pihak berkepentingan itu sendiri. Sebagai contoh, “di
Belanda, telah mengadobsi software khusus untuk mendeteksi plagiatisme, dan
plagiatisme ditoleransi maksimal 10 persen, lebih dari itu otomatis karya akan
tertolak”8
Bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, beberapa
aturan hukum tentang tindakan plagiat yang makin subur di kalangan
masyarakat khususnya para Tenaga Pendidik (dunia akademisi). Menyikapi konsisi
tersebut, pemerintah telah mengatur suatu mekanisme hukum untuk melindungi
pemilik ciptaan yang dituang dalam undang-undang hak cipta dan undang-undang
tentang hak kekayaan intelektual lainnya dan kemudian dalam Peraturan
Menteri (Permen No 17 thn 2010), pada sisi lainnya dalam KUHPerdata tentang hak
cipta juga telah di atur, namun penjelasannya tidak seterang dengan penjelasan
dari tiga aturan hokum yang baru tersebut, dapat di lihat dalam pasal 570 dan
pasal 572 KUHperdata.
Walaupun aturan hokum telah mengatur begitu rupa sanksi yang akan
didapatkan bila seseorang melakukan upaya melawan hokum yaitu Plagiat, namun
plagiat tetap marak terjadi sector pendidikan. Hal ini disebabkan penegakan
terhadap hukum tersebut ibarat “api dengan panggang”, bila tindakan penciplakan
tidak di control dan diberikan sanksi yang tegas bagi pelaku, maka dunia
akademisi dan atau dunia pendidikan di tanah air mengalami kemunduran dan para
pengajar secara tidak langsung mengajar anak didik nya dengan cara plagiat.
maka salah satu pengawasan terhadap plagiat adalah control social.
Sampai saat ini di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
di kenal dengan istilah plagiat, sebagai upaya menekan kejahatan plagiat
tersebut yang telah menjadi budaya masyarakat Pemerintah kemudian mengatur
dalam bentuk Undang Undang yaitu UU Hak Cipta, UU Intelektual dan kemudian
Peraturan Menteri (Permen), Permen sendiri muncul setelah munculnya sejumlah
kasus Plagiat yang dilakukan oleh kalangan Pengajar di tanah air. Secara
singkat, dalam UU Hak Cipta di atur mengenai sanksi Pidana bagi pelaku Plagiat
sebagaimana dalam Pasal 72 ayat (1); “Barangsiapa dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Sedangkan ketentuan dan pengertian dari hak cipta juga di jelaskan dalam
Pasal 2 ayat (1) : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tindakan atau kejahatan
plagiat bukan baru khususnya di dunia akademisi. Namun perlu juga di garis
bawahi, tidak semua pengajar atau akademisi melakukan kejahatan tersebut. Maka
upaya lain sebagai pencegahan dalam plagiat adalah adanya rasa tanggung jawab
moral, sumpah jabatan pada diri tenaga pengajar atau akademisi sebagai
agent of change dan bukan sebagai agent of plagiat.
Ingin penulis sampaikan, plagiat yang kian marak terjadi dan deretan
kasus plagiat yang melibatkan para akademisi yang terjebak ketika merampungkan
tesis, disertasi, artikel dan lain – lainnya dikalangan agent of change adalah sebuah
kejahatan yang kian mengakar, hal ini terjadi dikarenakan pelaku sudah tidak
ada moral dan tidak memiliki rasa malu mencuri dan kemudian mengklaim bahwa
karya ilmiah tersebut milik atau hasil pemikirannya9.
Pada tahapan lain, bila karya ilmiah adalah salah satu syarat
kepangkatan sebagaimana di atur dalam proses menunjang kepangkatan, maka proses
seleksi terhadap karya ilmiah tersebut haruslah di perketat dan salah satu
pencegahan yang paling tepat adalah mengunakan software anti plagiat sebagaimana
yang digunakan oleh para Akademisi di Negara maju. Walaupun sampai saat ini
tidak ada sebuah data seberapa persen kejahatan Plagiat di kalangan akademisi,
namun mari kita bersama – sama untuk melawan terhadap kejahatan plagiarism ini.
Sebagai contoh; Amerika Serikat tindakan ini ditindak dengan tegas, dengan
mengenakan hukum perdata, pidana kepada sang pelaku dan sanksi social. Sebagai
contoh kasus; Pertama (1). Sebuah komite penyelidikan University of Colorado
menemukan bahwa seorang profesor etnis bernama Ward Churchill bersalah
melakukan sejumlah plagiarisme, penjiplakan, dan pemalsuan. Kanselir
universitas tersebut mengusulkan Churchill dipecat dari Board of Regents10.
Contoh kasus ke dua(2) Mantan presiden AS Jimmy Carter dituduh oleh seorang
mantan diplomat Timur Tengah Dennis Ross telah menerbitkan peta-peta Ross dalam
buku Carter Palestine: Peace, Not Apartheid tanpa izin atau memberi sumber11.
Beberapa kasus plagiat yang melibatkan pengajar, akademisi di ataranya; Guru
besar jurusan Hubungan Internasional salah satu Perguruan Tinggi Swasta di
Bandung dengan melakukan 6 kali plagiarisme (Kompas, 10/02/2010). Kemudian
kecurigaan plagiarisme yang dilakukan oleh dua calon guru besar salah satu
Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta, kedua calon guru besar itu berasal dari
bidang ilmu pengetahuan alam (IPA) dan ilmu sosial (kompas, 18/02/2010).
Dan yang terakhir adalah plagiat yang dilakukan oleh dua Guru besar FKIP
di Universitas Lampung (Unila), Calon guru besar FKIP berinisial BS dan
Guru besar Fakultas MIPA berinisial MR, yang sanksi diberikan kehilangan
sebagai guru besar dan sedangkan BS sanksi yang diberikan oleh Unila tidak
boleh lagi mengajar, sedangkan MR masih diperbolehkan mengajar sebagai
dosen biasa (www.detiknews.com 17/04/2012).
Maka seorang yang melakukan plagiasi sangat bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan moral dalam dunia akademik. Karenanya, Mendiknas,
Muhammad Nuh, menganjurkan perlu adanya pendidikan moral, karakter, budaya
diterapkan di dunia pendidikan. Komentar Muhammad Nuh selanjutnya adalah
“adanya plagiasi disebabkan ada tiga faktor, yakni rendahnya integritas
pribadi, ambisi mendapatkan tunjangan financial, serta kurang ketatnya sistem
di dunia pendidikan12.
Sumber : http://www.acehinstitute.org/id/pojok-publik/pendidikan/item/105-plagiat-kejahatan-akademik.html
- Lihat Bab I Pasal I ayat 1, Permen-Nomor-17-Thn-2010-tentang-pencegahan-dan-penanggulangan-plagiat
- Ahmad Suhendra “ antara kejujuran dan ketenaran akademik” Kompas 08/02/2013
- UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Permen No 17 thn 2010 tentang Pencegahan dan penanggulangan plagiat
- www.detik.com 17/04/2012 “Unila Pecat Calon Guru Besar karena Terbukti Plagiat”
- Lihat pasal 3 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
- lihat pasal 612 KUHPerdata.
- Salim H.S. 2006. Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Cet.4. Jakarta : Sinar Grafika
- Sentot Prihandayani Sugiti Komarudin, GEMA edisi 46, Maret – April 2010
- Mochtar Buchari “Guru Profesional dan Plagiarisme” kompas, 22/02/2010
- Wikipedia.org ^ Ward's research shoddy by Casey Freeman, Colorado Daily(May 16, 2006).^ "Panel recommends firing Colo. professor". AP (June 13, 2006).^ CU to Ernesto Vigil, 17 April 2006,http://www.khow.com/pages/img/cs-churchill%20copy.gif^ Sara Burnett. "CU reviewing new charges leveled against Churchill". Rocky Mountain News (May 11, 2006). (Wikipedia “Plagiarisme”)
- Melissa Drosjack (December 8). "Jimmy Carter Fires Back at Longtime Aide Over Book". Fox News.
- Berita utama Kompas, 20/02/2010
No comments:
Post a Comment