Saturday, June 21, 2025




Situs Ratu Baka atau Candi Boko
(bahasa Jawa: Candhi Ratu Baka) adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari kompleks Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Situs Ratu Baka terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari permukaan laut. Luas keseluruhan kompleks adalah sekitar 25 hektar.

Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan.[3] Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (bahasa Jawa, arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.

Secara administratif, situs ini berada di wilayah dua Dukuh, yakni Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo dan Dukuh Sumberwatu, Desa Sambireja, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.

Riwayat

Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.

Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M merupakan bukti tertulis yang ditemukan di situs Ratu Baka. Dalam prasasti ini menyebut seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang bebas dari bahaya"). Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Namun ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.

Tampaknya, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari.

Di dalam kompleks ini terdapat bekas gapura, ruang Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi.

Keistimewaan Situs Ratu Boko

Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap dengan gerbang masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung.

Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif landai, situs Ratu Boko terletak di atas bukit yang lumayan tinggi. Ini membuat kompleks bangunan ini relatif lebih sulit dibangun dari sudut pengadaan tenaga kerja dan bahan bangunan. Terkecuali tentu apabila bahan bangunan utamanya, yaitu batu, diambil dari wilayah bukit ini sendiri. Ini tentunya mensyaratkan terlatihnya para pekerja di dalam mengolah bukit batu menjadi bongkahan yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan.

Kedudukan di atas bukit ini juga mensyaratkan adanya mata air dan adanya sistem pengaturan air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kolam pemandian merupakan peninggalan dari sistem pengaturan ini; sisanya merupakan tantangan bagi para arkeolog untuk merekonstruksinya.

Posisi di atas bukit juga memberikan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi para penghuninya, selain tentu saja membuat kompleks ini lebih sulit untuk diserang lawan.

Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang sekarang biasa disebut "tempat kremasi". Mengingat ukuran dan posisinya, tidak pelak lagi ini merupakan tempat untuk memperlihatkan sesuatu atau suatu kegiatan. Pemberian nama "tempat kremasi" menyiratkan harus adanya kegiatan kremasi rutin di tempat ini yang perlu diteliti lebih lanjut. Sangat boleh jadi perlu dipertimbangkan untuk menyelidiki tempat ini sebagai semacam altar atau tempat sesajen.


Taman Wisata Ratu Boko

Pemerintah pusat sekarang memasukkan kompleks Situs Ratu Boko ke dalam otorita khusus, bersama-sama dengan pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu BUMN yang bernama PT Taman Wisata Candi, setelah kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko ditata ulang pada beberapa tempat untuk dapat dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.
Terdapat bangunan tambahan di muka gapura, yaitu restoran dan ruang terbuka (Plaza Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun dengan kapasitas sekitar 500 orang, dengan vista ke arah utara (kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata.


Lihat pula

  • Candi
  • Candi Borobudur
  • Candi Prambanan
  • Sulaiman

Referensi

  • Literatur
  1. "The Majestic Beauty of the Ratu Boko Palace ruins". Wonderful Indonesia. Diakses tanggal 23 June 2014.
  2. ^ Didier Millet, volume editor: John Miksic (Hardcover edition - Aug 2003). Indonesian Heritage Series: Ancient History. Archipelago Press, Singapore 169641. p. 74. ISBN 981-3018-26-7.
  3. ^ Soetarno, Drs. R. (second edition (2002)). "Aneka Candi Kuno di Indonesia" (Ancient Temples in Indonesia) (dalam Indonesian). Dahara Prize, Semarang. p. 67. ISBN 979-501-098-0.
  • Brosur dari Taman Wisata Ratu Boko

Pranala luar

Berpuisi Sehari-hari (Pada Dermaga)

Malam itu aku terjaga

Gelap terhampar di permukaan telaga

Tiang-tiang dermaga berdiri curiga

Aku di tikam dingin matamu yang tak terduga


Air memancarkan wajah yang tenang

Cahaya bulan memantul, sepi menjinakkan kata-kata yang bimbang

Di seberang lampu-lampu jalan dan kendaraan begitu benderang, kendati matamu lebih terang


Kita sama-sama tahu yang menggenang di jeda ini adalah sepi

Tiap kita mengenang itu berarti kita menepi

Menghitung tiap-tiap kapal yang lewat bermuatan tetapi

Sementara agar tetap hangat dari dinginnya 'kesendirian' kita membuat api dengan membakar mimpi

Lalu kamu bersikeras tersenyum, untuk janji yag tak dilengkapi


Angin datang, kembali bernama sunyi

Kita pandang; dalam gelap pohon-pohon tersembunyi

Jauh di dalam keheningan, hutan dan serangga malam bernyanyi

Dan dalam percakapan tanpa kata, kita lagu yang terus berlangsung tanpa penyanyi


Selembar daun kersen gugur, 

Menari dan menyisir keheningan kita yang berangsur 

Kemudian ia jatuh di permukaan telaga yang lentur

Menimbulkan gelombang dan memecahkan bayangan bulan yang mengabur


Tapi anehnya?

Dalam tangis yang tak berlinang,

Dalam sesak yang tak berisak,

Senyummu masih saja utuh

Berlinang, tapi tak bosan kupandang


Bekasi, 29 Mei 2025

Syarifhidate






Berpuisi Sehari-hari (Suatu Malam Di Mini Market)

Suatu Malam Di Mini Market

Malam ini, di kursi luar minimarket udara terasa dingin
Bukan saja karena hujan yang sebelumnya turun,
Juga karena kita yang kini bersampingan, tapi dengan pikiran yang masih bersimpangan
Kita merawat setiap detiknya dengan membekukan kata-kata
Dan suara 'Bip' berulang dari mesin barcode kasir seakan memindai hati kita yang terberai

Kendaraan yang lalu lalang di jalan itu, tak memberi jawaban ketika waktu bertanya apakah harus kembali Berjalan atau tetap berhenti diantara kita
Sementara kita mengapung di langit malam dengan pertanyaan-pertanyaan,
Waktu diam-diam larut, tenggelam di kedua matamu
Dan aku tersesat pada sepi yang masih lekat disudut matamu ... 

Bekasi, 21 Juni 2025
#Syarifhidate







Situs Ratu Baka atau Candi Boko (bahasa Jawa: Candhi Ratu Baka ) adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan ya...