Malam itu aku terjaga
Gelap terhampar di permukaan telaga
Tiang-tiang dermaga berdiri curiga
Aku di tikam dingin matamu yang tak terduga
Air memancarkan wajah yang tenang
Cahaya bulan memantul, sepi menjinakkan kata-kata yang bimbang
Di seberang lampu-lampu jalan dan kendaraan begitu benderang, kendati matamu lebih terang
Kita sama-sama tahu yang menggenang di jeda ini adalah sepi
Tiap kita mengenang itu berarti kita menepi
Menghitung tiap-tiap kapal yang lewat bermuatan tetapi
Sementara agar tetap hangat dari dinginnya 'kesendirian' kita membuat api dengan membakar mimpi
Lalu kamu bersikeras tersenyum, untuk janji yag tak dilengkapi
Angin datang, kembali bernama sunyi
Kita pandang; dalam gelap pohon-pohon tersembunyi
Jauh di dalam keheningan, hutan dan serangga malam bernyanyi
Dan dalam percakapan tanpa kata, kita lagu yang terus berlangsung tanpa penyanyi
Selembar daun kersen gugur,
Menari dan menyisir keheningan kita yang berangsur
Kemudian ia jatuh di permukaan telaga yang lentur
Menimbulkan gelombang dan memecahkan bayangan bulan yang mengabur
Tapi anehnya?
Dalam tangis yang tak berlinang,
Dalam sesak yang tak berisak,
Senyummu masih saja utuh
Berlinang, tapi tak bosan kupandang
Bekasi, 29 Mei 2025
Syarifhidate