Sunday, June 21, 2015

Aku masih berharap dapat melihatmu sekali lagi

Entah berapa lama lagi aku harus melaluinya
hari yang pudar
musim yang tak bernama
dan ketidakberdayaanku dalam melalui waktu-waktu tanpa dirimu

Dalam setiap perjalanan menuju tempat kerja
tak ku pungkiri, aku masih berharap dapat melihatmu sekali lagi
di lampu merah-lampu merah saat para pejalan kaki menyeberang jalan
aku selalu berharap dapat menemukan sosokmu diantara mereka
di antrian pintu masuk stasiun-stasiun,
di bangku-bangku stasiun yang diam di dalam keramaian
di aliran langkah orang-orang yang keluar dari kereta-kereta commuter
di kerumunan orang-orang yang menyeberangi peron demi peron
atau di peron berlawanan, ketika aku sendirian menunggu kereta terakhirku
juga di jalan yang tertutup palang pintu ketika kereta melintas,
di kursi-kursi kereta yang terisi penuh,
di deretan orang-orang yang berdiri di tali-tali pegangan
di antara kumpulan orang yang bersandar di sudut-sudut pintu kereta yang tertutup
dan juga di antara penumpang yang masuk ketika kereta berhenti sejenak di sebuah stasiun transit
meskipun aku tahu,
kau tak mungkin ada di tempat seperti itu

Malam yang memutuskan lukisan mimpi dalam tidurku
harapan yang selalu menghiasi dinding paling tertutup dalam diriku
aku hanya mempertemukan diriku pada banyanganku sendiri yang penuh ketakutan
luka dari kehilangan yang kupendam seorang diri
berharap, kehangatannya berubah menjadi cahaya
cahaya yang setara dengan cahaya yang dapat menggantikan malam kelam menjadi pagi yang riang
sehingga aku dapat sekali lagi menyeberang dari masa sulitku

Entah berapa lama lagi aku harus melaluinya
hari-hari ketika aku merasa jenuh,
aku menatap rute perjalanan yang ada di setiap sudut pintu kereta
dengan kegelisahan dan permasalahan kantor yang membayang-bayang disaat yang bersamaan
dan beberapa menit kemudian aku telah berbalik arah dari tujuan yang seharusnya
perasaan yang kosong, kegelisahan yang tak tergolong
langkah membawaku ke tempat-tempat baru yang tak seharusnya ku telusuri

Dan lagi,
aku masih berharap dapat melihatmu
di suatu pematang yang sepi, menatap langit biru yang masih meluas dalam anganku
aku masih berharap dapat melihatmu lagi di tempat itu,
walaupun aku tahu, kau mungkin sedang berada di suatu gedung perkantoran,
duduk menatap layar monitor,
dan berhadapan dengan angka dan tabel-tabel perhitungan,
atau juga sedang berdiri di depan meja yang melingkar,
dihadapan orang-orang yang memeras ide dan tenagamu
dan ketika membayangkan hal itu,
sebuah angin datang dan berhembus sampai ke hatiku
meniup lembutkan sebuah ladang gersang di dalam diriku
dan tiba-tiba aku teringat lagi senyummu saat itu
Senyummu dalam diam,
senyummu dalam merahasiakan hal-hal yang tak ingin kau umbar
dan tatapan mata yang jauh dari omong kosong tentang masa depan
aku merasakan sesuatu merembas dalam hatimu, dan ingatanku

Aku masih berharap dapat melihatmu sekali lagi
meskipun hal itu, mungkin hanyalah keajaiban yang sialan!
dan tololnya,
aku orang yang percaya dengan 'Keajaiban'




Jakarta 21 Juni 2015


Syarif Hidayatullah



No comments:

Post a Comment

Roman Cinta dan Sepi II

  Chapter II Ia Muncul Lagi   Di sebuah peron yang sepi, lelaki itu, yang tak kuketahui namanya itu, duduk menatap langit tanpa kata-k...