Thursday, April 5, 2012

Cerpen ; Jatuh Cinta Pada Gadis Atheis


Sudah tiga hari ia melalui jalan itu. Tujuannya hanya satu. Yaitu untuk bisa melihat sebuah rumah yang di dalamnya memiliki penghuni gadis perempuan yang menarik. Hasan tau bahwa jalan itu membawanya lebih jauh untukm sampai ke rumah ketimbang jalan biasa yang lalu-lalu ia lewati. Tapi gadis itu sudah menjadi candu tersendiri baginya. Hasan sangat ingin melihat gadis itu setiap harinya. Walaupun hanya bekilas.
            Seperti biasa gadis itu sedang duduk-duduk di beranda rumah membaca buku. Rumah yang cukup megah itu memang berbeda dari rumah yang ada di sekitarnya yang lebih terlihat sederhana. Dan penghuninya pun agak berbeda dengan warga lainnya. jarang sekali penghuni rumah itu keluar rumah untuk bersosialisasi. Kalaupun keluar, hanya sekedar untuk pergi pulang kerja bagi sang tuan dan nyonya. Juga untuk sekedar pergi dan pulang kuliah bagi gadis yang merupakan anak satu-satunya yang ada di rumah itu. hanya seorang pembantu perempuan paruh baya yang sering keluar ke sana ke mari di sekitar kampong. Itu pun untuk sekedar berbelanja di warung ataupun toko.
            Hasan sengaja memperlambat langkahnya di depan rumah megah berwarna putih itu. ternyata gadis perempuan itu belum tampak di beranda rumahnya. Padahal tiga hari yang lalu hasan selalu melihat gadis itu sudah di sana jika ia lewat. Anak lelaki pendiam itu akhirnya berlalu dari rumah megah itu dengan sedikit kekecewaan.
***
            Entah sejak kapan hasan tertarik dengan anak gadis itu. Apakah sejak hari pertama ia melihat gadis itu. ya, mungkin memang sejak hari pertama itu. kebetulan hari itu hasan di ajak mampir ke rumah amir yang memang jalannya melewati rumah mewah itu. tanpa sengaja waktu itu hasan melihat seorang gadis di dalam rumah itu dari balik gerbang besi yang nampak seperti jeruji yang tak rapat. Gadis  berkaos lengan pendek berwarna hijau dan celana jins biru sepanjang lutut sedang duduk di beranda sambil membaca sebuah buku. Buku itu memang judulnya tak bisa hasan lihat jelas. Tapi rupa orang yang membacanya sangat jelas hasan lihat. Wajah putih dengan hidung yang sedikit mancung khas eropa. Serta rambut ikal pendek berwarna agak kepirangan.
            Walaupun hanya dalam beberapa langkah saja hasan menikmati rupa gadis di rumah megah itu, namun cukup baginya untuk merasa tertarik terhadap gadis itu. Tapi meski begitu perhatiannya saat itu tak sepenuhnya tertuju pada gadis itu. Hasan juga menyimak pembicaraan amir agar temannya itu tak curiga dengannya.
            Dan di hari berikutnya ternyata hasan ingin melihat lagi gadis itu. Ia pun melewati jalan yang baru kemarin ia lalui itu. Dan mengabaikan jarak jauh yang harus di tempuhnya sebagai konsekuensi memilih jalan yang baru baginya itu. tapi akhirnya ia tak menyesali pilihannya itu karna ternyata ia bisa melihat gadis itu lagi. dengan posisi yang hampir sama dengan yang kemarin harinya. Dan juga sambil membaca buku. Hanya pakaiannya saja yang berbeda.
            Ketika hari ketiga hasan tak ragu lagi memilih jalan itu untuk hanya sekedar  melewati sebuah rumah megah dan seorang gadis di dalamnya. Seperti hari kemarinnya juga. Gadis itu sedang duduk di beranda dengan sebuah buku. Hari yang ketiga itu hasan lebih memperlambat langkahnya. Tak lain hanya untuk melihat lebih lama gadis itu. ketika sampai di pertengahan depan rumah megah itu, hasan terkejut karna gadis itu melihat ke arahnya. Padahal pada hari pertama ketika hasan lewat bersama amir gadis it uterus terfokus pada bukunya. Di hari kedua juga demikian. Mungkin karna gadis itu curiga dengan langkah hasan yang terlalu lambat dan ketika gadis itu semakin melihat hasan dengan pandangan penuh curiga, akhirnya hasan lekas mempercepat langkahnya dan berlalu dari rumah itu.
***
            Sore tadi ia memang tak melihat gadis itu tak seperti hari pertama, kedua dan ketiga. Tapi hasan masih memiliki niat untuk lewat rumah itu lagi. Tak peduli dengan jarak yang harus ia tempuh lebih jauh karna harus memutar ketimbang lewat jalan yang biasa.
            Akhirnya malam itu hasan hanya memikirkan gadis yang ada di rumah megah berwarna putih dengan pintu gerbang mirip jeruji besi itu. ia sadar bahwa dirinya sedang mengalami gejala ketertarikan terhadap seseorang secara berlebihan. Padahal orang itu sendiri tidak mengenal dan mengetahui dirinya (hasan). Hasan pun tak mau ambil pusing dengan itu. ia hanya ingin menikmati perasaan bahagia itu. dan ia ingin melihat lagi gadis itu esok hari.
            Secara kebetulan amir meminta hasan mampir lagi ke rumahnya. Amir minta di bantu mengerjakan tugasnya yang belum rampung. Tanpa peduli apapun hasan menerima permintaan amir. sepulangnya dari kampus ia pun bersama amir bergegas. dari kejauhan rumah megah putih itu sudah terlihat. Besar harapan hasan untuk bisa melihat gadis itu seperti hari pertama, kedua dan ketiga.
            Tapi nyatanya gadis itu tak nampak lagi seperti hari kemarin. Beranda rumah itu hanya beradakan sebuah kursi kayu dan mejanya dengan pas bunga di atasnya tanpa ada gadis yang sedang duduk membaca buku. Sepanjang waktu lewat rumah itu kepala hasan pun hanya menengok ke beranda rumah itu. menyayangkan ketidak beradaan gadis itu di beranda rumahnya.
            Tak lama setelahnya rumah amir terlihat. Rumah yang nampak sederhana seperti rumah-rumah di sekelilingnya. Lekas amir memepersilahkannya masuk setibanya di sana. Ibu amir menyambut dengan riang kedatangan hasan.
            Amir segera membuka bukunya. hasan turut tenggelam dalam sebuah permasalahan dari tugas amir yang belum rampung. Sejam berlalu dan mereka tak terlalu menyadarinya.
            “hey, kenapa kau melamun!”
            Hasan terkejut. Tiba-tiba saja amir menyadari hasan sedang melamun.
            Amir mengernyitkan kening. Hasan lantas kembali menyibukan pandangan matanya.
            “ah, tidak. Hanya sedikit mengantuk”
            Amir menggeleng saja. Ia tak terlalu mengerti apa yang difikirkan hasan.
            Adzan maghrib berkumandang. Hasan dan amir belum rampung. Namun mereka memilih menunda untuk bergegas melaksanakan shalat maghrib. Amir mengajak hasan shalat berjamaah di masjid. Giranglah hasan seketika dalam hatinya. Karnanya jika ke masjid pasti harus melewati rumah itu. hasan tau masjid ada di pinggir jalan tak jauh rumah itu. segeralah keduanya beranjak.
            Dilihatnya dengan teliti beranda rumah yang lampu tamannya sudah menyala itu. kursi dan mejanya masih sepi. Gadis itu tak ada di sana. Hasan sempat menyayangkan dalam hatinya. tapi ia segera insyaf bahwa ia tak boleh lantas berniat ke masjid hanya karna ingin melewati rumah dan melihat gadis itu. ia harus meluruskan niatnya lagi. hasanpun mengusap dadanya ketika berlalu beberapa langkah dari rumah itu. ia membuang nafas dalam-dalam. Dan kembali menyimak pembicaraan amir.
            Sepulang dari masjid hasan dan amir mampir di sebuah warteg untuk mengisi perut mereka yang memang lapar. Karna di dalam sudah sesak, akhirnya hanya amir yang mendapat tempat di dalam. Sedangkan hasan merelakan harus makan di bangku luar warteg. Lalu lalang orang dan kendaraan membuat hasan tak terlalu jenuh makan di luar. Biarpun warteg itu di pinggir jalan. bagi hasan yang penting ia bisa mengisi perutnya. Walau tercampur sedikit polusi dari asap sepeda motor yang lalu lalang lewat.
            Dari kejauhan nampak seorang gadis berjalan kaki dengan sebuah buku. Rambutnya ikal pendek berwarna pirang di bawah sinar lampu jalan. semakin dekat gadis itu semakin terlihat wajahnya. Gadis itu berhidung mancung. Hasan nampak mengenal dia. Dilihatnya baik-baik gadis itu. sehingga piring di tangan hasan makin terabaikan. Padahal masih beberapa sendok lagi untuk menghabiskan nasi yang ditemani lauk pauk telor ceplok dan sayur asam itu.
            Karna terlalu asyik membaca, gadis itu berjalan dengan tidak hati-hati. Hingga akhirnya sebuah pongkol bekas pohon yang tak tertebang habis tersandung oleh kakinya. Gadis itu pun oleng dan…..
***
            Hasan harus membayar lebih dari sekedar apa yang sudah ia makan. Ia harus membayar piring yang sudah ia pecahkan tadi. Disamping itu hasan merasa senang. Karna ia tadi sudah bisa menolong seorang gadis yang cantik. ya, hasan seketika bangun dari duduknya di depan warteg tanpa peduli piring yang terlepas dari tangannya ketika seorang gadis akan jatuh. Hasan berhasil menyelamatkan buku gadis itu ketika akan jatuh ke got. Gadis itu jatuh, namun tak terlalu parah. Karna hanya tersandung pongkolan bekas pohon yang tak terlihat. Hanya lecet sedikit di bagian dengkul yang tak tertutupi celana jins biru yang hanya sampai lutut gadis itu.
            Ternyata gadis itu adalah gadis yang tinggal di rumah megah berwarna putih itu. Gembira hasan hatinya. meskipun tak ada siapapun yang tau akan hal itu. karna pada waktu itu amir masih makan di dalam dan hanya ia seorang yang ada di luar warteg. Sedangkan orang yang lalu lalang dengan kendaraan mana peduli akan hal itu. mereka lebih peduli waktu yang mengejar mereka.
“ah, setidaknya aku sudah bisa melihatnya dari dekat (dalam hatinya).”  
Hatinya penuh dengan sorak sorai yang entah berasal dari mana. Yang jelas ia merasa bahagia karna sudah bisa melihat gadis itu secara face to face. Meskipun tak sempat mengucapkan sepatah katapu kepada gadis itu. Hanya memberikan buku yang hampir jatuh ke got kepada gadis itu. Dan gadis itu mengucapkan terima kasih kepadanya. Hanya itu. ya, hanya itu saja.
***
            Hari ini amir tak mengajaknya lagi mampir ke rumahnya. Dan tak ada alasan lain bagi hasan tentang memilih jalan itu kecuali untuk melewati rumah gadis berwajah eropa itu. hasan melangkah dengan tenang sambil berharap-harap dalam hati agar gadis itu bisa ia lihat lagidi rumah itu. sebuah masjid terlewati oleh hasan. Masjid tempat kemarin hasan dan amir shalat maghrib. tak lama kemudian sebuah warteg terlewati pula oleh hasan. Warteg yang menjadi saksi gagu atas kejadian semalam antara dirinya dengan gadis itu.
            Dan setelahnya hasan pun lewat di depan rumah itu. nampaklah seorang gadis yang memang diharapkan hasan. Gadis itu nampak sedang membaca buku yang hasan kenal. Ya, buku yang semalam hasan pungut ketika akan jatuh ke got depan sebuah warteg. Hasan melambatkan langkahnya. Ternyata gadis itu menyadari sedang di perhatikan. Hasan Cuma bisa tersenyum malu ketika gadis itu melempar senyum kepadanya. Tak disadari seekor anjing bulldog menatap geram dari balik pintu gerbang yang nampak seperti jeruji.
            “gooouk !!! ,gooouk !!!, gooouk!!!”
Terkejutlah hasan dengan gonggongan anjing yang tiba-tiba itu. hasan yang terkaget seketika terperanjat menjauh dari pintu gerbang.
            Sangat malulah ia ketika menyadari dirinya ditertawakan gadis yang ada di beranda dalam rumah itu. hasan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Senyum-senyum malu pula ia melihat gadis yang sedang tertawa memperhatikannya. Gadis itu lantas meletakkan bukunya di meja dan bangkit dari duduknya. Di hampiri dan ditenangkannya sang anjing peliharaan yang masih geram memperhatikan hasan dari balik gerbang. Hasan masih menjaga jarak dengan anjing itu.
            “hhh…(tertawa kecil), maaf. Anjingku memang agak lancang dengan orang asing”
            “oh, hh…” hasan menggaruk kepalanya yang jelas tak gatal. Dan wajah yang tersipu.
Gadis itupun lantas memasukkan anjing bulldognya ke kandang. Hasan masih terpaku di tempat yang sama. Tak berapa lama gadis itu kembali ke pintu gerbang dan kembali meminta maaf ke hasan sambil tertawa-tawa. Hasan hanya bisa nyengir tanpa bisa menjawab dengan satu katapun.
            Tak disadarinya juga keberadaan amir yang hanya beberapa langkah darinya. Gadis itu kembali menikmati baca bukunya. hasan salah tingkah ketika amir tiba-tiba sudah ada dihadapannya. Tapi hasan sudah bisa menguasai dirinya sehingga tak terlalu terlihat bodoh seperti seseorang yang bertingkah kesana kemari sehabis melihat seorang yang disukainya.
            “aku mau ke warteg membeli makan” jawab amir kepada hasan yang bertanya padanya.
            “kau sendiri?” amir balik bertanya.
            “oh, aku mau ke rumahmu” jawab hasan sekenanya.
Akhirnya hari itu hasan kerumah amir dengan tanpa perencanaan sebelumnya. Karna memang tak ada niat sedikitpun di fikiran hasan untuk ke rumah amir.
***
            Dibawah lukisan kaligrafi bertuliskan Allah hasan bersandar pada dinding kamarnya. diingat lagi senyuman dan tawa gadis itu. Seperti seorang pangeran yang sedang kasmaran dengan seorang putri. Hasan tersenyum seorang diri. Tak menyadari seekor cicak yang mengawasinya dari ketinggian langit-langit kamar. Dan ketika seekor nyamuk lewat cicak itu melontarkan lidah panjang-panjang dan menelan nyamuk tersebut. Lalu pergi bersembunyi.
Lantas hasan berubah raut menjadi bimbang ketika mengingat perkataan amir.
            “gadis itu adalah seorang atheis”
Sebenarnya hasan tak mau lantas percaya. Tapi yang mengatakan hal itu adalah amir. seorang yang sudah hasan kenal kejujurannya. Karna hasan dan amir memang sudah berteman sejak lama.
            “apa keluarga itu adalah keluarga atheis?”
            Fikiran hasan hanya tertuju pada sebuah rumah megah berwarna putih.
Lantas ia teringat semua obrolannya dengan amir beberapa jam yang lalu itu. yang membuatnya merasa takut untuk mengenal gadis yang beberapa hari ini mencuri perhatiannya itu.
***
            “dari mana kau tau itu”
            “aku pernah ngobrol-ngobrol dengan mbok min pembantu keluarga itu”
            “kenapa kau menanyakan tentang hal itu pada mbok min?”
            “ya, aku mau tau saja waktu itu”
            “apa kau suka pada gadis itu?” lanjut amir.
            “tidak”
            “tapi aku curiga kau berbohong”
            “untuk apa” tupas hasan
            Meski semula hasan sudah mengurungkan niatnya untuk mencari tau lebih jauh tentang gadis itu, tapi ada perasaan tersendiri yang membuat hasan malah semakin ingin dekat dengan gadis itu. Tapi ia bingung. Ia mana mungkin bisa begitu saja berkenalan dengan gadis itu. jangankan untuk berkenalan dengan seorang gadis, menegur orang yang dikenalpun hasan tak berani.
            Hampir dua minggu sudah hasan selalu lewat rumah itu. terkadang gadis itu ada, terkadang juga tidak. Ternyata sudah menjadi rutinitas gadis itu untuk membaca buku di sore hari. Hasan sendiri terkadang kikuk jika gadis itu menegurnya. Hampir setiap kali hasan lewat gadis itu memperhatikannya dan setiap itu pula gadis itu melempar senyum pada hasan. Dan lama-lama hasan pun sudah terbiasa untuk tersenyum ramah pada gadis itu. tapi untuk meyapa rasanya masih terlalu menakutkan bagi hasan.
            Suatu malam hasan merenung di kamarnya. pintunya tertutup rapat. Daun jendela dibiarkan terbuka. Dan di bawah lukisan kaligrafi bertuliskan Allah ia bersandar pada dinding.
            “tak bisa dipungkiri aku suka padanya. Dia gadis yang cantik dan kelihatannya baik juga. entah apa yang membuatku tertarik begitu saja padanya. Entahlah. Yang jelas aku sangat suka dengannya. lepas dari apakah ia atheis atau tidak.”
Hatinya diam sejenak dalam kebisuan. Dipandangnya lukisan kaligrafi itu dengan dalam-dalam. Lalu kembali ia bicara dalam hatinya.
            “ah, aku hanya ingin kenal dengannya saja. Tak lebih dari itu. Dan aku masih ingin melihat dan bertemu dengannya.”
***
            Hari itu hasan lewat di depan rumah megah berwarna putih itu. Dengan alasan masih ingin melihat gadis itu. Seolah jalan itu sudah menjadi jalan pulang baru bagi hasan. Meskipun jalurnya lebih jauh, namun hasan tak pernah merasa jauh. Mungkin karna kegembiraannya karna dapat melihat gadis di rumah itu.
            Tiba-tiba saja suara panik terdengar di telinga hasan. Di beranda gadis itu tak ada. Hasan mencoba menebak-nebak asal dari suara panik yang berupa teriakan itu. tentu hasan menebak itu suara gadis itu. Dan benar saja. Gadis itu tak berapa lama kemudian keluar dari dalam rumah dan menghampiri hasan dengan tergesa-gesa. Dibukanya gerbang dan ditarik tangan hasan tanpa peduli reaksi hasan.
            “tolong bantu aku” dengan nafas tersengal-sengal.
            Hasan hanya mengangguk. Kemudian masuk ke dalam rumah itu menuruti laura.
***
            Sejak hari itu hasan bisa lebih dekat dengan gadis yang ternyata bernama laura itu. sejak ketika ayah laura terkena serangan jantung secara tiba-tiba. Dan hasan yang membawa mobil untuk membawa ayah laura kerumah sakit. Laura dan ibunya sendiri tak ada yang bisa mengendarai mobil. Untunglah hasan punya pengalaman menjadi sopir angkot tembak. Walaupun hanya beberapa bulan saja. Setelah itu laura dan hasan jadi saling akrab dan dekat. Hasan sering diminta laura datang kerumahnya.
            Sebulan setelah kejadian itu ayah laura meninggal dunia. Laura sangat terpukul. Ibunya lebih terpukul lagi. Raut kesedihan tak hilang sehari dua hari dari wajah laura. Ia sekarang hanya tinggal bersama ibu dan mbok min di rumah. Karna itu laura sering mengajak hasan jalan untuk menenangkan fikiran.
***
            Di sebuah restoran yang sedang tak ramai pengunjung itu laura dan hasan menikmati makan sorenya. Hari itu hasan bolos kuliah karna harus menemani laura jalan seharian. Ia tak enak jika menolak. Lagi pula gadis itu butuh hiburan lebih untuk melupakan kesedihannya atas kepergian sang ayah.
            Setelah memesan beberapa menu makanan kepada pelayan, keduanya diam. Laura seperti biasa. Lebih sering diam dulu sebelum memulai pembicaraan. Dan hasan pun seperti biasa. Tak pernah berani memulai pembicaraan.
            “kau tau, aku masih tak terima dengan kematian ayahku” laura mengaburkan pandangan.
            Hasan belum mau berkomentar. Dia memilih untuk diam dan membiarkan laura meneruskan.
            “tapi, apah boleh buat. Ayahku kenyataannya memang sudah mati.”
            Hasan tersenyum mendengarnya. kemudian hanya memutar-mutar sedotan di jus jeruknya.
            Laura sejurus memandang hasan, dan berkata “aku suka kau”
            Hasan berhenti memutar-mutar sedotan jus jeruknya. Ia melongo menatap laura.
            “ya, kau tak terlalu banyak bicara. Aku suka itu” laura tersenyum manis seperti terhibur.
Makanan yang mereka pesan datang. pelayan yang membawakannya segera menyilahkan keduanya menikmati makanan mereka sambil berlalu dengan senyum ramah yang memang sudah di program seperti robot. Keduanya pun makan dengan lahap.
            Diperjalanan suara adzan membuyarkan konsentrasi hasan. Diapun meminta kepada laura agar diperkenankan mampir dulu di masjid terdekat. Laura menerima dengan anggukan. Hasan langsung menepi ke masjid terdekat di lokasi mereka. hasan segera turun dari mobil. Laura menunggu di dalam mobil. Yang terparkir di depan masjid.
***
            Dikamarnya kini hasan kembali merenungi kisahnya dengan laura yang semakin akrab. Sekarang hampir tiap hari ia bisa memasuki rumah yang dulu hanya berani ia lewat di depannya saja. Begitu juga dengan sosok laura. Dulu ia hanya bisa melihat dari luar gerbang saja sambil jalan. sekarang hampir tiap hari ia bertemu laura. Ia sadar bahwa sekarang ia sudah tau tentang laura dengan cukup jauh. Seperti niat mulanya dulu. Hanya ingin tau lebih jauh laura. Sekarang itu sudah terpenuhi. Laura adalah sosok gadis mandiri dan cerdas. Ia juga baik hati. Jiwa sosialnya sangat peka. Setiap kali jalan laura selalu menyempatkan diri untuk memberi selembar dua lembar uang seratus ribuan kepada pengamen bocah ataupun pengemis cacat di jalan.
            Entah apa yang membuat hasan masih ingin lebih lama dengan laura. Meskipun harusnya ia segera mengakhiri kedekatannya dengan laura. Karna memang niatnya semula yang hanya ingin tau tentang laura lebih dekat sudah tercapai. Ia menyadari ada yang tak bisa ia akui tentang apa yang ia rasakan kepada laura. Ia tak berani mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri karna satu alasan yang sakral. Tak bisa ditawar-tawar.
            Lantas hasan teringan dengan percakapannya dengan laura sore itu. tepat setelah hasan keluar dari masjid usai menunaikan shalat ashar.
***
            “san, belumkah kau kenyang juga dengan sembahyang lima kali setiap harinya?
            Hasan tiba-tiba diam membeku.
            “belum dikabulkan juga segala doamu oleh tuhan?
            Hasan mulai merasakan sindiran dari seorang atheis.
Pembicaraan mereka berlanjut ketika dalam perjalanan. Laura lebih banyak bicara ketimbang hasan yang memang tertekan oleh segala pernyataan laura yang bertentangan dengan iman hasan. Laura berbicara semakin jauh hingga kepada agama menurut persepsinya sendiri  yang terpaksa membuat hasan harus menanggapinya.
            “laura, agama itu adalah pedoman yang di turunkan tuhan untuk manusia” dengan tenangnya.
            “ah, menurutku tuhan itu buatan manusia itu sendiri”
            “maksudmu” pancing hasan. Agar laura meneruskan pendapatnya itu.
            “sejak mulai ada manusia itu sudah harus berhadapan dengan alam. Hidup di alam. Dari tanam-tanaman yang tidak tumbuh diatas tanah, dari ikan yang hidup di dalam air, dari burung yang berterbangan di udara. Singkatnya dari semua yang ada di alam. Dalam perkelana mencari makan itu manusia sering ditimpa hujan deras, banjir yang dashyat, gunung meletus yang memuntahkan api dan lahar. Dilaut mereka melihat ombak bergulung-gulung.  Semua itu hebat. Dan manusia meresa kecil menghadapinya. Maka pikir mereka itu semua pasti ada yang melakukannya yaitu makhluk yang lebih kuasa dari manusia. Maka dibikinlah makhluk-makhluk yang berkuasa itu. seperti setan, dewa-dewa ataupun tuhan.”
Hasan diam saja mendengar penjelasan laura yang sebelumnya tak pernah ia dengar dari siapapun. Walaupun ada keinginan untuk melawan pendapat itu, hasan piker dua kali. Karna ia pun belum terlalu mengerti tentang agama lebih dalam. Kalaupun ia lawan pasti laura sudah siap dengan jawabannya. Hasan hanya mencoba memfokuskan fikirannya pada setir dan jalanan. Dan benar saja. Laura kembali mengemukakan pendapatnya.
            “bahkan menurut marx, Tuhan itu madat bagi manusia. Artinya sebagai pelipur hati orang-orang yang berada dalam kesengsaraan dan kesusahan. Sumber untuk melupakan kesedihan dan penderitaan dalam dunia yang tidak sempurna. Karna sesungguhnya agama dan tuhan adalah akibat dari keadaan hidup manusia yang tidak sempurna. Yang penuh dengan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, kemiskinan, kesengsaraan, ketakutan, ketidak adilan, dantindasan.”
“jadi tuhan dan agama hanya hiburan bagi manusia?” Tanya hasan menggantung.
“kurang lebih ya seperti itu” laura mengangkat bahunya.
“dan jika kufikir, mungkin manusia menciptakan agama dan tuhan sebagai tambahan untuk pengetahuannya yang terbatas. “ laura tersenyum di akhir.
Hasan ikut tersenyum. Walaupun dirinya tak lantas menerima begitu saja pendapat laura.
***
            Sampai malam larut, perkataan laura sore tadi itu masih terulang-ulang dibenak hasan. Memang jika menurut logika apa yang dikatakan laura itu ada benarnya. Laura ternyata bisa membuat perkiraan sejauh itu. lantas hasan semaki khawatir dengan dirinya. Ia takut kalau-kalau laura bisa membuatnya jadi atheis.
            Hasan memandangi lukisan kaligrafi bertuliskan nama Allah dalam bahasa arab itu. sambil menimbang-nimbang perkataan-perkataan laura mengenai agama dan tuhan. Angin malam itu tak terlalu banyak. Membuat hawa gerah yang cukup melelahkan. Segera ditutup daun jendela karna hari sudah makin larut.
***
            Sudah sejak pagi hasan berangkat. Hari ini ia kembali bolos kuliah. Matahari belum terlalu tinggi dan hasan sudah sampai di rumah laura. Ada perasaan yang tak enak ketika subuh tadi ia tak menjalankan shalat subhu. Dalam hatinya ia bertanya. Apakah ia sudah terpengaruh dengan perkataan laura?. Hasan belum berani menjawabnya.
            Hari itu laura minta diantar pergi jalan-jalan ke bogor bersama sang ibu untuk menghibur diri. Laura ingin membuat ibunya senang dan bisa melupakan kepergian ayah. Hasan yang menjadi sopir. Meski sebenarnya tak memiliki SIM. Ia nekat demi laura dan ibunya. Dan bukan demi tuhannya lagi.
            Siang itu mereka sudah berada di rumah family laura. Dari beberapa familinya itu ada yang berwarga Negara rusia. Memang laura ternyata memiliki seorang nenek orang rusia. Dan keluarga itu siang itu mengadakan jamuan khusus untuk rombongan laura. Ibu laura terlihat sangat senang berada bersama sanak saudaranya itu. laura ternyata memilih makan di luar saja bersama hasan. Karna memang meja makannya tak cukup dikarnakan keluarga yang sedang berkumpul cukup banyak.
            Di sebuah restoran kaki lima laura dan hasan mendarat. Tempatnya tak terlalu jauh sehingga tak perlu menggunakan mobil. Sambil menikmati makan siang, keduanya terlibat lagi perbincangan yang tak pasti topiknya. Dan seperti biasa hasan lebih banyak mendengarkan. Tiba-tiba suara adzan bergema. Hasan yang akan melakukan suapan, tiba-tiba berhenti. laura terus memperhatikan hasan diantara adzan dzuhur yang berkumandang.
            Suara adzan telah berakhir. Dan hasan kembali melanjutkan makannya. Laura sedikit heran dengan hasan. Tak biasanya ia acuh dengan suara adzan. Hasan sendiri sedang bergelut dengan sesuatu yang mengacaukan fikirannya.
            “hasan, bukan maksudku untuk mempengaruhimu dalam menjalankan agama, tapi sebaiknya kau tak lantas terpengaruh begitu saja dengan perkataanku tempo hari.”
            hasan tiba-tiba mengangkat wajahnya ke laura. Dengan raut yang penuh Tanya.
            “aku tak suka dengan lelaki yang tak memiliki pendirian teguh”
            “maksudmu” hasan memecah kebungkamannya
            “ya, aku mencintaimu” laura sesaat menatap hasan.
            “tapi tak suka dengan pria yang gampang goyah pendiriannya”
            “jadi maksudmu aku sudah goyah dari keimananku?”
            “aku rasa begitu. Sebaiknya kita sebagai manusia punya pendirian yang kokoh. Aku sejak lahir dari keluarga yang sekuler memang sudah menjadi atheis. Dan sampai sekarang aku tetap atheis. Walaupun sudah banyak temanku yang menasehatiku agar aku memeluk agama. Itu karna aku percaya dengan apa yang kuyakini. Dan aku harap kau pun begitu. Tetap kokoh pada kepercayaanmu sejak pertama.”
Hasan hanya tersenyum lebar pada laura.
            “inilah yang kusuka darimu. kau tak perlu banyak bicara untuk berkomunikasi. Aku juga suka denganmu. Karna kau tak pernah mengungkit-ungkit dan menasehatiku tentang keatheisanku. Tak seperti kebanyakan orang yang pernah mendekatiku. Mereka selalu berusaha mempengaruhi keatheisanku.”
            “apa ada orang yang pernah menasehatimu tentang keagamaan?”
            “ya, seorang lelaki yang rumahnya tak jauh dari rumahku. Kalau tidak salah namanya,.. amir.”
            Hasan tiba-tiba saja terkejut dalam hatinya. jadi ternyata amir sudah pernah mendekati laura. Ternyata amir mengetahui laura orang atheis bukan dari simbok min, melainkan memang pernah mendekati laura secara langsung. Tapi hasan tak perlu menceritakan amir temannya pada laura. Ia memilih diam dan mendengarkan laura. Tak peduli bagaimana waktu itu amir bisa mendekati laura.
            “apa kau termasuk orang yang mengerti tentang agama secara dalam?” tiba-tiba laura bertanya
            Hasan diam sesaat, lalu menjawab “tak terlalu dalam”
            “jangan-jangan sembahyangmu hanya sekedar ritual belaka, heahea”
            diam sesat dan hasan menjawab “barangkali, heahea”
            “pantas kau mudah terpengaruh”
            “tidak. Aku memang tidak terlalu mengerti agama. Sembahyangpun terkadang bolong. Tapi jangan lantas kau menyimpulkan bahwa aku ini tak punya keyakinan dan loyalitas kuat terhadap agama dan tuhanku. Ada keyakinan yang bisa di bilang sudah mengakar di hatiku bahwa tuhan itu ada. Dan sulit untuk diabaikan. Meskipun terkadang aku hanya ingat dengan tuhan ketika sedang kesusahan saja. Tapi lepas dari itu tuhan dan agama memang keyakinan dari hasil perjalanan dan pengalaman spiritualitas seseorang yang sulit terjangkau oleh logika. Karna ia terpatri di hati.”
            Laura bengong. Entah mengerti atau tidak maksud dari hasan. Hasanpun diam lagi.
            “aku mencatat baru kali ini kau bicara sepanjang itu” laura tertawa
            Hasan menenggelamkan kepalanya. Menghindari laura yang terus memperhatikannya.
***
            Ternyata hasan memang jatuh cinta pada laura. Meskipun berat baginya karna ia tak mungkin memperistri seorang wanita atheis macam laura. Jika pacaran saja hasan tidak ingin. Karna ia memiliki prinsip bahwa pacaran tidak ada dalam agamanya. Mau tak mau langsung mencari calon istri. Tapi penghalang besar bercokol. Yaitu keyakinan. Jangankan yang atheis. Wanita yang masih punya agamapun tidak diperbolehkan jika agamanya berbeda, apalagi yang tidak punya agama. Hasan tak berani menjawab.
            Malam itu anginnya menyejukkan. Beberapa diantaranya masuk lewat daun jendela yang terbuka lalu meniup hasan dengan lembut. Hasan duduk diatas ranjang sambil melipat tangannya ke lutut yang didirikan. Ia sangat menghayati gambar kaligrafi bertuliskan Allah dalam bahasa arab yang selalu terlihat indah dan menenangkan baginya.


Syarif H
Jakarta, 16 maret 2012

Untuk Mendownload, silahkan klik Disini

No comments:

Post a Comment

Roman Cinta dan Sepi II

  Chapter II Ia Muncul Lagi   Di sebuah peron yang sepi, lelaki itu, yang tak kuketahui namanya itu, duduk menatap langit tanpa kata-k...